Utang negara berkembang telah menjadi salah satu masalah ekonomi global yang paling mendesak. Pada tahun 2022, utang negara berkembang mencapai US$ 443,5 miliar atau setara Rp 6.800 triliun. Sumbernya klik di sini.
Utang ini sebagian besar digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Namun, utang negara berkembang juga memiliki risiko yang signifikan. Salah satu risiko tersebut adalah krisis lingkungan.
Perubahan iklim telah menimbulkan dampak yang semakin parah di negara-negara berkembang. Bencana alam, seperti banjir, kekeringan, dan badai, telah menimbulkan kerusakan infrastruktur dan ekonomi yang signifikan.
Dampak Perubahan Iklim terhadap Utang Negara Berkembang
Perubahan iklim berdampak negatif terhadap utang negara berkembang dalam beberapa cara, yaitu:
Pertama, meningkatkan biaya pemulihan bencana alam.
Bencana alam akibat perubahan iklim, seperti banjir, kekeringan, dan badai, dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur dan ekonomi yang signifikan. Hal ini dapat meningkatkan biaya pemulihan bencana, yang dapat menambah beban utang negara berkembang.
Kedua, mengurangi pendapatan negara.
Perubahan iklim dapat mengurangi produktivitas pertanian dan sektor-sektor ekonomi lainnya. Hal ini dapat mengurangi pendapatan negara, yang dapat mempersulit negara berkembang untuk membayar utang mereka.
Ketiga, meningkatkan ketidakstabilan politik.