Pembelaan diri merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Hak ini dijamin oleh hukum sebagai upaya untuk melindungi diri dari ancaman serangan atau kejahatan.
Namun, dalam beberapa kasus, pembelaan diri justru menimbulkan permasalahan hukum. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan persepsi antara korban dan pelaku kejahatan, serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang hukum pembelaan diri.
Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang pembelaan diri.
Pasal ini menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipidana jika melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri dari serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum.
Pembelaan diri dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembelaan diri umum dan pembelaan diri luar biasa.
Pembelaan diri umum adalah pembelaan diri yang dilakukan untuk mempertahankan diri dari serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum.
Pembelaan diri luar biasa adalah pembelaan diri yang dilakukan untuk mempertahankan diri dari serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum, tetapi menggunakan sarana atau cara yang tidak seimbang dengan serangan yang dihadapi.
Dalam kasus Muhyani, pembelaan diri yang dilakukannya dapat dikategorikan sebagai pembelaan diri umum.
Muhyani melakukan perlawanan terhadap pencuri yang hendak mencuri ternaknya. Perlawanan tersebut menyebabkan pencuri tersebut tewas.
Pada awalnya, Muhyani ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Serang Kota. Namun, setelah dilakukan penyelidikan, Muhyani dibebaskan dari status tersangka.