Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah serius yang masih marak terjadi di Indonesia.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sepanjang tahun 2022, terdapat 16.899 kasus KDRT yang dilaporkan. Jumlah ini belum termasuk kasus-kasus KDRT yang tidak dilaporkan. (Sumber klik di sini).
KDRT dapat berdampak buruk bagi korban, baik secara fisik, mental, maupun emosional.
Korban KDRT dapat mengalami berbagai masalah kesehatan, seperti trauma, depresi, dan kecemasan.
Selain itu, korban KDRT juga dapat mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seperti sulit berkonsentrasi, sulit tidur, dan sulit menjalin hubungan dengan orang lain.
Oleh karena itu, penting untuk menangani kasus KDRT secara terpadu.
Penanganan terpadu kasus KDRT adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun masyarakat, untuk memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban KDRT.
Prinsip Penanganan Terpadu Kasus KDRT
Penanganan terpadu kasus KDRT harus didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu:
Pertama, prinsip non-diskriminasi, yaitu semua korban KDRT berhak mendapatkan perlindungan dan pemulihan, tanpa memandang jenis kelamin, agama, ras, atau status sosialnya.
Kedua, prinsip kesetaraan, yaitu semua pihak yang terlibat dalam penanganan kasus KDRT harus diperlakukan dengan setara, baik korban, pelaku, maupun petugas.