Tradisi kawin tangkap merupakan bentuk perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan adat di daerah Sumba, Nusa Tenggara Timur. Praktik tradisi ini telah berlangsung turun-temurun sejak lama dan masih dipertahankan oleh sebagian masyarakat Sumba hingga saat ini.
Secara umum, tradisi kawin tangkap dapat diartikan sebagai penculikan seorang perempuan oleh seorang laki-laki untuk dijadikan istri. Praktik ini biasanya dilakukan oleh sekelompok laki-laki, dengan menggunakan kekerasan atau paksaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Regina Wahyono Vania Blancha (2021), tradisi kawin tangkap di Sumba memiliki beberapa aturan yang harus dipatuhi, yaitu:
- Kawin tangkap harus dilakukan dengan persetujuan dari pihak keluarga perempuan.
- Perempuan yang akan diculik harus berasal dari keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga laki-laki.
- Kawin tangkap dilakukan dalam konteks kekerabatan keluarga, klan, atau suku.
Tujuan dari tradisi kawin tangkap di Sumba sendiri beragam, antara lain:
- Mengikat hubungan kekerabatan antar keluarga
- Menunjukkan keberanian dan keperkasaan laki-laki
- Mendapatkan istri yang diinginkan
Meskipun memiliki aturan-aturan tertentu, praktik tradisi kawin tangkap di Sumba kerap kali menimbulkan masalah sosial. Salah satu masalah yang paling sering terjadi adalah adanya kasus penculikan dan kekerasan terhadap perempuan.
Pada tanggal 27 Juli 2023, media massa dihebohkan dengan kasus kawin tangkap di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Dalam kasus ini, empat orang laki-laki berinisial JBT, HT, VS, dan MN ditangkap oleh aparat kepolisian karena diduga menculik seorang perempuan berinisial DM (20).
Menurut keterangan polisi, DM diculik oleh empat laki-laki tersebut pada tanggal 25 Juli 2023. DM dibawa ke rumah JBT, dan kemudian dipaksa untuk menikah dengan HT.
DM berhasil melarikan diri dari rumah JBT dan melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Polisi kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan empat laki-laki tersebut sebagai tersangka.
Kasus kawin tangkap di Sumba Barat Daya ini menjadi salah satu contoh bagaimana tradisi kawin tangkap dapat menimbulkan masalah sosial. Kasus ini juga menunjukkan bahwa tradisi kawin tangkap masih menjadi tantangan bagi upaya penegakan hukum dan perlindungan terhadap perempuan di Sumba.
Respon Masyarakat dan Aparat Penegak Hukum
Kawin tangkap di Sumba merupakan fenomena sosial yang kompleks. Fenomena ini tidak hanya melibatkan norma dan nilai adat, tetapi juga hak asasi manusia, gender, dan hukum.