Dua hari yang lalu, 22 April 2020, perayaan Hari Bumi berusia emas (50 tahun). Karena pandemi Covid-19, perayaan ini hanya ramai di dunia digital. Bahkan tema Hari Bumi menjadi trending topik.
Banyak orang, terutama aktivis lingkungan hidup, terlibat dalam diskusi tentang Hari Bumi dan membidik langkah apa yang harus segera dilakukan untuk menyelamatkan bumi setelah Covid-19 bisa teratasi.
Aneka bentuk kampanye digital penyelamatan terhadap bumi yang telah rusak ini gencar dilakukan. Ini adalah gambaran tumbuhnya kesadaran masyarakat dunia tentang pentingnya merawat lingkungan hidup.
Hari Bumi adalah sebuah perayaan penghargaan terhadap bumi sebagai rumah bersama semua makhluk hidup. Rumah bersama ini sudah rusak karena tindakan manusia. Sebut saja, polusi tanah, air dan udara terus terjadi dan nyaris tak terbendung.
Banyak hutan yang adalah paru-paru dunia sudah ditebang untuk kepentingan dagang pihak tertentu. Perusahaan tambang yang tak ramah lingkungan terus merusak bumi. Perubahan iklim yang tak menentu membuat para petani sulit menentukan musim tanam dan terus mengalami gagal panen.
Pemanasan global terus mengancam kehidupan. Gunung es di kutub utara terus mencair dan air laut semakin naik; daratan turun. Bumi sebagai rumah bersama tampaknya semakin tak layak dihuni. Atas dasar kenyataan getir ini, banyak orang mulai sadar bahwa bumi harus segera diselamatkan. Semua tindakan yang merusak bumi ini harus segera dihentikan.
Sekilas Sejarah Hari Bumi
Gerakan Hari Bumi ini muncul pertama kali secara besar-besaran di Amerika. Tahun 1960-an, orang-orang Amerika mulai sadar akan akibat pencemaran lingkungan yang semakin membahayakan kehidupan. Isu pencemaran lingkungan ini diangkat oleh Rachel Carson dalam bukunya Silent Spring, tahun 1962 (Tirto.id/22 April 2020).
Ia mengungkapkan temuannya tentang kerusakan lingkungan hidup yang semakin parah, terutama yang terjadi di Amerika (misalnya kebakaran hutan dan pencemaran sungai karena limbah kimia). Menurutnya, manusia perlu segera melakukan sesuatu untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup dan melakukan aneka langkah pencegahan.
Pada tahun 1969 muncul para aktivis lingkungan hidup di Amerika yang terus menyuarakan keberpihakan mereka pada lingkungan. Salah satu aktivis tersebut adalah Senator Gaylord Nelson yang terpilih dalam Senat AS, tahun 1962. Ia pernah meyakinkan pemerintah AS bahwa bumi sedang dalam keadaan bahaya.
Pada musim gugur 1969, Nelson mengumumkan konsep Hari Bumi di sebuah konferensi pers. Konsep Hari Bumi ini rupanya mendapatkan tanggapan positif dari banyak pihak. Banyak mahasiswa dari Universitas Stanford yang dikomandani oleh Dennis Hayes, presiden mahasiswa, mendukung gagasan Nelson. Hayes akhirnya ditunjuk sebagai koordinator proyek Hari Bumi.