Lihat ke Halaman Asli

Babat Impor di Indonesia!

Diperbarui: 4 April 2017   16:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

BABAT Impor atau Bahan Baku Obat Impor sudah tidak asing lagi terdengar didunia Farmasi. Pada tahun 2016, persentase bahan baku obat impor di Indonesia sebesar 70%. Angka ini menurun dari 90% pada tahun 2015. Meski Industri farmasi Indonesia tercatat sebagai yang terbesar di ASEAN serta berkontribusi 27% dari total pangsa pasar farmasi ASEAN. Di tingkat dunia, industri farmasi Indonesia menempati peringkat 23 besar, dan diperkirakan meningkat jadi 20 besar pada 2017 mendatang. Namun, persentase impor bahan baku obat nya tinggi. Hal ini disebabkan karna belum optimal dan masih terbatas formulasi dan belum ada kemandirian dari Perindustrian Farmasi di Indonesia dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati.

Untuk mengakali banyaknya impor bahan baku dari luar negeri, maka Menteri Peirindustrian (Menperin), Saleh Husin berinisiatif memberikan insentif membuat bahan baku obat-obatan. Insentif ini yakni tax allowance dan tax holiday untuk industri pioner, bisa menyediakan bahan baku dan investasinya di atas Rp1 triliun. 

Tindakan Menperin cukup tepat. Namun, dalam memberikan insentif, industri dalam negeri harus diuji dulu kualitas dan etos kerja nya. Apakah industri tersebut bisa mengembangkan dan bahkan memajukan perindustrian di Indonesia. Karna pada masa mendatang, era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) banyak memunculkan industri – industri dan Sumber Daya Manusia (SDM) dari berbagai negara di Asia Tenggara (ASEAN). Sebelum era MEA itu datang, sebaiknya Indonesia sudah mempunyai “modal awal” untuk bersaing dengan industri lain di ASEAN yang tergolong sudah maju. “modal awal” yang dibutuhkan adalah dukungan penuh dari pemerintah dalam membangun perindustrian dalam negeri agar bisa sebagai penyedia bahan baku obat sendiri. 

Banyak sumber daya alam Indonesia baik di bidang agro mau-pun mineral diekspor dalam keadaan mentah, kemudian diolah di negara lain menjadi barang semi jadi, dan diimpor ke Indonesia sebagai bahan baku atau bahan penolong. Karena itu, pemerintah mengamanatkan bahan mentah wajib diolah di dalam negeri agar industri hilirnya tumbuh dengan struktur yang kuat. Ketergantungan bahan baku impor yang tinggi menyebabkan industri nasional rentan terhadap gejolak kurs. Salah satu sektor industri yang terpukul akibat pelemahan kurs itu adalah sektor pakan ternak mengingat 70% bahan baku masih bergantung pada impor.

Indonesia termasuk Negara yang memerlukan banyak persediaan obat, karna Indonesia tergolong dengan masyarakat yang selalu diserang dengan berbagai macam penyakit. Dengan berbagai virus dan penyakit yang menyebar, Indonesia seharusnya sudah bisa membuat “penangkalnya” dengan bahan baku sendiri. Disamping, murah dan terjangkau harganya karna buatan asli dalam negeri, tetapi juga agar industri Farmasi Indonesia tidak terkesan “manja” dalam pembuatan obat – obatannya.                                                        

Hal yang harus dilakukan Pemerintah juga adalah membangun dan memajukan industri – industri hulu, sehingga dapat melakukan pertukaran impor untuk menghasilkan bahan baku. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan industri dalam negeri bekerja sama dengan negara luar yang memiliki teknologi untuk memproduksi bahan baku obat. Dengan adanya alih teknologi dan alih pengetahuan, diharapkan Indonesia bisa memiliki kemampuan untuk mengembangkan bahan baku dengan mandiri dengan riset dan pengembanan dibidang Bahan Baku Obat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline