Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Sumpah Serapah Seorang Ibu

Diperbarui: 14 Mei 2017   11:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pixabay.com/id/orang-orang-orang-perempuan-wanita-1316256/

Sini ku bisikkan sesuatu di telingamu, ku beri tahu jalan terbaik bagi masalahmu yun, kontemplasi.

Kau mulai menulis di secarik kertas, lalu merobek dan menggulungnya, andai saja ibu melihat kelakuanmu, gulungan-gulungan kertas itu pasti di sumpal ke mulutmu sambil mengomel . Dan aku akan cekikikan melihat telingamu merah dijewer ibumu yang super cerewet itu.

Kau metatut-matut jidad, sendirian duduk di teras rumah , tanpa sudi di ganggu. Tadi Wiwin mengajak  menonton Volly di kelurahan juga tak kau gubris, bukankah tim desamu yang lagi tanding.?  “Orang yang sukses ternyata mereka yang berjuang di jalan kebajikan” ungkapmu berbisik tak jelas, bagai desisan ular yang gagal menyambar kodok.

Aku tahu niatmu, ingin bermanfaat bagi orang lain kan? “ Untuk berjuang” Ujarmu menyahut. Aku manggut-manggutr.

Sekian lama kau mencoret-coret buku barumu, merobeknya, hingga menyisakan kertas tebal yang kini kau genggam. “Astaga, sudah habis satu buku , bagaimana ini?” Buru-buru kau bergegas ke belakang, membuangnya. Kau tak mengira dengan buku sebesar genggamanmu itu, tak sebait puisi pun tercipta. Di suguhkan untuk ibumu.

“Yuyunnnn!!!! Teriak wanita itu kalap.

Kalau sudah seperti itu, sumpah serapah dan kuping merah saja tak cukup. Tak boleh makan nasi beras buat hari ini, cukup nasi jagung!

“Kamu tahu, ayahmu kemarin naik kelapanya ngos-ngosan? Lelaki paruh baya di ruangan tengah itu hanya duduk terdiam mendengar dirinya disebut-sebut, teriakan istrinya sudah dianggap radio, atau alarm, atau juga dianggap TOA mushola kampung.

Kalau sudah seperti itu, biasanya ayahmu memosisikan dirinya sebagai pahlawan super, yang selalu ada saat monster datang mengacau kota.

Kalau sudah seperti itu, dan seperti biasanya juga, kamu pasti lari ke kamar, menutup pintu keras-keras, melompat ke atas ranjang, lalu memeluk guling, mengoyaknya, memukul-mukulnya. Ah, suaramu kenapa tertahan? Matamu juga berkaca-kaca, air matamu mengembang di retina yun. Hentikan mengelap pipi meronamumu. Lihatlah, kini gulingmu basah. “Ada liurnya juga”. “ Yuyun, jangan minum racun tikus!!!

Aku paham kengininanmu, melanjutkan sekolah kan? Sampai sekarang kau masih ada harapan kan?. Sejak enam tahun lalu, setelah kau lulus dari Sekolah Dasar, keinginan itu masih kau genggam erat-erat kan?. Aku tahu yun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline