[caption id="attachment_160299" align="aligncenter" width="500" caption="European Stereotype (drawn by J.N. Hughes-Wilson)"][/caption] Stereotype Eropa Gambar di atas saya scan dari sebuah kartu pos yang banyak dijual di toko-toko souvenir. Kartu pos ini berisi sindiran kocak mengenai stereotype yang umum dikaitkan dengan watak dan kebiasaan beberapa bangsa di Eropa. Orang Jerman, misalnya, dikatakan 'humoris', padahal dalam kenyataannya kebanyakan tergolong berwatak serius. Para pria Spanyol yang biasa tampil 'flamboyan' alias suka bergaya, malah dibilang 'humble' (sederhana). Saya sendiri tak tahu jelas sampai seberapa jauh tingkat kebenaran berbagai stereotype yangmenjadi 'cap' masing-masing negara itu. Apakah orang Inggris memang 'payah' dalam hal memasak, orang Belanda benar-benar pelit, atau orang Austria memang tidak sabaran ? Namanya juga stereotype - belum tentu benar, bukan ? Sama seperti di negeri kita, orang Padang katanya pelit, orang Manado 'menang nampang doang'. Padahal banyak kok orang Padang yang saya kenal ternyata murah hati, begitu pun teman-teman dari Manado yang sederhana dan sama sekali nggak suka jual tampang. Hehehe... Kembali ke kartu pos di atas. Mungkin harus benar-benar tinggal menetap di suatu negara dan mengalami sendiri seperti apa hidup di sana, barulah kita bisa menilai apakah stereotype yang digambarkan itu memang bisa 'diaminkan', paling tidak di sebagian kalangan penduduk negara tersebut. Driving Like The French Karena saat ini kebetulan sedang numpang berteduh di Perancis, saya memberanikan diri sedikit berbagi tentang 'Driving like the French' - stereotype mengenai parahnya kondisi lalu lintas di Perancis yang digambarkan oleh J.N. Hughes-Wilson di pojok kanan atas kartu pos itu. Dan dengan sangat menyesal, saya terpaksa harus mengatakan bahwa stereotype ini cukup tinggi tingkat kebenarannya. Paling tidak hal ini berlaku di Paris, la capitale. Sebetulnya transportasi umum di Paris sangat nyaman, namun ada saat-saat tertentu dimana kita perlu menggunakan mobil pribadi. Dan saat itulah terbukti bahwa menyetir di Paris memang tidak mudah ! Butuh ketrampilan, keberanian, dan kesabaran ekstra. Kudu bernyali besar, kalau perlu sedikit nekat, tapi tetap berkepala dingin kalau mau sukses menaklukkan jalanan kota Paris dari balik setir. Untungnya, bagi yang sudah terbiasa dengan rimba jalanan di Jakarta, relatif tidak terlalu sulit menyesuaikan diri dengan gaya menyetir 'ugal-ugalan' sebagian warga Paris. Walau demikian, tetap perlu proses adaptasi yang tak bisa dibilang mudah serta cukup makan waktu. Setidaknya ada beberapa hal yang umumnya menjadi kendala saat mengemudikan kendaraan di Paris. Setir di Kiri, Nyetir di Kanan Kendala pertama yang bikin cukup deg-degan adalah arah arus lalu lintas yang berlawanan dengan di Indonesia. Di sini kemudi ada di sebelah kiri mobil, dan kita menyetir di sisi kanan jalan. Sebelumnya dalam kesempatan tinggal di Jepang, masalah ini tak perlu saya alami karena di Jepang posisinya persis sama dengan di negara kita, berbeda dengan beberapa negara Asia lain seperti Korea dan Cina. Saya sempat ragu-ragu, membayangkan bagaimana kalau nanti saya tiba-tiba refleks masuk ke sisi jalan sebelah kiri, apa nggak berabe tuh ??? Jangankan 'turun ke jalan', saat baru mau masuk mobil pun saya sering terbalik, gara-gara refleks dari Indonesia masih sangat melekat. Saat menyeberang pun demikian. Waktu hendak memastikan apakah jalanan kosong atau masih ada mobil yang akan lewat, saya selalu menengok ke arah yang salah. Kadang celingak celinguk kebingungan sendiri, kok saya jadi telmi begini ? Hehehe... Sekarang sudah jauh lebih mendingan sih, tidak terlalu sering 'error' lagi. Tapi kadang-kadang masih bingung juga. Apalagi jika sedang buru-buru atau sedikit melamun, pasti saya masuk mobil dari sisi yang salah. Saat harus nyetir malah ke kursi penumpang, dan sebaliknya. Nasib, nasib.... Sulitnya Mencari Tempat Parkir Kendala pertama relatif sudah bisa saya atasi. Nah, kendala kedua soal parkir memarkir ini sampai sekarang masih sering bikin grogi, be te, bahkan kadang-kadang agak stress. Rekan-rekan Kompasianers yang pernah berkunjung ke Paris mungkin bisa membayangkan mengenai kondisi perparkiran di salah satu kota terindah di dunia ini. Paris sangat cantik dan padat. Sebagai kota tua yang sangat dirawat dan dijaga sedemikian agar tetap tampil anggun dan 'klasik' seperti aslinya, gedung-gedung pencakar langit baru yang modern sengaja dihalau ke kota-kota kecil di pinggiran Paris, sedangkan di dalam kota sendiri pembangunan sangat dibatasi, termasuk pelebaran jalan. Alhasil, banyak jalan-jalan kecil dan sempit yang membuat sangat sulit menemukan celah untuk memarkir mobil. Ada beberapa jenis marka jalan. Garis putus-putus berwarna putih bertuliskan 'PAYANT', tempat dimana kita boleh memarkir mobil pribadi dengan membayar sewa sesuai waktu parkir. Biasanya terdapat beberapa parking machines di sepanjang jalan, dan kita harus bayar di muka dengan memperkirakan berapa lama kira-kira kita berniat parkir di lokasi itu - apakah 15 atau 30 menit, 1 jam, dan seterusnya. Tiket parkir itu diletakkan di balik kaca mobil. Bila kemudian kita ternyata parkir lebih lama dari waktu yang tertera di tiket, bisa-bisa ada 'surat cinta' menempel di balik wiper, alias denda yang dikenakan oleh Polantas yang cukup rajin berkeliling di jam-jam tertentu. Marka lainnya adalah tanda parkir khusus untuk orang cacat (bergambar orang di atas kursi roda), garis kuning bertuliskan 'LIVRAISON' yang hanya diperuntukkan bagi mobil-mobil pengantar barang (delivery), serta parkir khusus untuk taksi dan kendaraan roda dua (2 ROUES). Salah parkir di sini juga berarti bakal kena denda yang jumlahnya lumayan, antara 25 sampai 45 euro, atau bisa-bisa malah mobil kita diangkut oleh mobil derek ke kantor polisi dan harus ditebus seharga hampir 100 euro. Parkir Paralel yang Bikin Stress Itu baru masalah sulitnya mencari lokasi parkir. Masalah baru timbul waktu hendak memarkir mobil. 90% parkir di Paris adalah parkir paralel. Padahal selama di Indonesia, saya hampir tidak pernah melakukannya. Kalaupun terpaksa harus, kan ada Pak Ogah... hehehe. [caption id="attachment_215067" align="alignleft" width="300" caption="Smart's Flexible Parking (travel.latimes.com)"][/caption] Sementara di Paris, sudah jalannya sempit, banyak mobil berebut tempat parkir, harus parkir paralel pula ! Duuuhh.... Apalagi mobil suami tergolong besar dan panjang untuk ukuran Paris, di mana ukuran mobil makin kecil makin baik karena keterbatasan lahan parkir. Berbahagialah para pemilik city car seperti mobil 'Smart' yang kecil mungil, bisa menyelusup tanpa perlu banyak manuver. Mereka bahkan tinggal memutar arah mobil 90 derajat, jadi bisa parkir terbalik jika tempat yang tersedia terlalu kecil, seperti foto di sebelah kiri. Tak heran jika jarang sekali ada mobil di Paris yang bempernya mulus. Bagaimana tidak ? Gara-gara sistem parallel parking tadi, saat menyusup di antara dua mobil, patokan untuk mengetahui sudah 'mentok' atau belum adalah saat mobil kita sudah 'berciuman' dengan mobil di belakang. Asal nggak terlalu kencang, nggak apa-apa kok. Sekedar sampai terdengar bunyi 'dukkk', nah... berarti sudah mentok. Senggol-senggolan sedikit mah sudah biasa, malah memang bagian dari prosedur parkir yang berlaku umum di Paris. He he... [caption id="attachment_215065" align="aligncenter" width="400" caption="Parkir Paralel di Paris (lacantdrive.com)"][/caption] Namun walaupun sering bikin ngedumel dan hampir menangis, ada hikmahnya juga sih. Sekarang saya jadi lumayan bisa parkir paralel sekalipun tempatnya sempit. Tanpa bantuan Pak Ogah, lho... Ha ha ha. Sabar Menunggu Truk Sampah [caption id="attachment_215068" align="alignright" width="300" caption="Menunggu Truk Sampah (dok. pribadi)"][/caption] Masalah lain yang juga sering membuat gregetan adalah saat masuk ke sebuah jalan, ternyata ada truk sampah (camion) yang sedang memunguti sampah dari gedung-gedung di blok itu. Alamak... Kalau jalannya agak lebar, kita bisa menyalip jika 'diijinkan' oleh petugas pengangkut sampah. Tapi di jalan sempit tanpa celah untuk menyalip, ya sudah.... Tak ada yang bisa dilakukan, mau nggak mau harus bersabar, duduk manis di belakang kemudi. Jika sedang terburu-buru mengejar waktu, wah... yang ada be te deh jadinya ! Pengemudi yang Tak Sabaran Seperti Jakarta, New York, dan kota-kota metropolitan lainnya, tentu bisa dibayangkan tingginya tingkat kesibukan penduduk Paris. Semua serba terburu-buru di jalan. Mungkin inilah yang menyebabkan banyak yang cepat naik darah saat menyetir. Sedikit lambat bergerak saat lampu lalu lintas berubah hijau, mereka langsung berlomba membunyikan klakson. Tak jarang terlihat orang-orang adu mulut, berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan tangan, atau bahkan sampai perlu turun dari mobil dan bertengkar di tengah jalan. Yang ini sih nggak beda jauh dengan Jakarta ya... Étoile, Simpang 12 Kawah Candradimuka Ada satu tempat di Paris yang bisa dibilang menjadi 'kawah candradimuka' bagi pengemudi, yaitu Place Charles de Gaulle-Étoile, yang di tengahnya tegak berdiri Arc de Triomphe, sebuah monumen penting yang dibangun untuk memperingati kemenangan Napoleon Bonaparte. Tempat ini merupakan sebuah persimpangan besar, titik temu 12 jalan, sehingga dinamakan 'Étoile' yang berarti 'bintang'. Salah satunya adalah Avenue des Champs-Élysées jalan utama yang terkenal sebagai pusat butik terkemuka dunia. [caption id="attachment_215072" align="aligncenter" width="500" caption="Etoile, Simpang 12 (roumanie-france.ro)"][/caption] Menurut penduduk Paris yang disebut 'Parisiens', kalau sudah bisa melewati rintangan di 'Étoile' berarti bisa dibilang sudah 'lulus', sukses menyetir di Paris. Sebetulnya menurut saya biasa-biasa saja sih, nggak susah-susah amat. Maklum, sudah biasa balapan dengan Metro Mini dan Kopaja di Bunderan HI. Hehehe... [caption id="attachment_215074" align="alignleft" width="270" caption="Lalu lintas di Etoile (wikivisual.com)"][/caption] Tapi memang menyetir di sini cukup 'tricky', karena patokannya hanya satu - kendaraan dari kanan yang menjadi prioritas, kendaraan di posisi sebelah kiri harus mengalah. Patokannya sih cukup jelas, tapi dalam prakteknya ternyata ribet sekali lho.... Bayangkan saja, arus kendaraan dari 12 jalan bertemu di tengah, saling salip sana sini sampai kadang menumpuk di tengah jalan. Hiiiiii.... Kalau sebelumnya nggak terbiasa menghadapi preman jalanan di Jakarta, mungkin saya sudah menyerah dari awal. Biar lebih jelas, silahkan lihat di video dari 'youtube', bertajuk "Paris Traffic Madness" ini. Terobati oleh Kecantikan Paris Walaupun menyetir di Paris bisa jadi sangat menyebalkan, paling tidak ada satu hal yang selalu menghibur saya selama ini. Kecantikan dan keindahan Paris yang bisa mengobati kejengkelan saat di jalan. Gedung-gedung antik nan bersejarah, jembatan-jembatan berukir, barisan pepohonan di pinggir jalan, kapal-kapal yang berlayar di Sungai Seine, mewarnai suasana kota yang sangat berkarakter ini. Tak heran, sampai sekarang Paris tetap menjadi kota wisata yang paling banyak dikunjungi di dunia. Salam hangat dari Paris ! [caption id="attachment_215404" align="aligncenter" width="404" caption="dok. pribadi"][/caption] Paris, Awal Agustus 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H