Lihat ke Halaman Asli

Pulang, Sebuah Novel Sejarah

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.goodreads.com

Sebenarnya saya tidak tahu akan menuliskan apa untuk novel berjudul Pulang karya Leila S. Chudori. Saya mengetahui beliau lebih sebagai penulis resensi (review) film dan buku yang sedikit banyak menginspirasi saya melakukan hal sama :) [caption id="" align="aligncenter" width="177" caption="www.goodreads.com"][/caption] Cerita dalam novel ini sepertinya merupakan reportase beliau terhadap eksil politik yang berada di Paris pasca tragedi September 1965. Ini bukan novel pertama yang membuka "indoktrinasi" yang sudah tertanam dalam diri saya terhadap sejarah yang dibelokkan.  Novel- novel karya Ayu Utami seperti : Saman, Larung, Bilangan Fu, Manjali dan Cakrabirawa sudah lebih dahulu memberi pemahaman yang lain. Kalau saya boleh melabeli "agak kekiri-kirian" :) Namun gaya dua penulis wanita ini berbeda. Ayu lebih kental nuansa sastra dan tajam khas Pramoedya, Leila lebih "easy reading". Persamaannya, mereka meluncurkan karyanya setelah keruntuhan rezim Orde Baru. Jadi lebih mudah untuk diakses karyanya :) Saya menandai kalimat dalam  novel Pulang yang menjawab pertanyaan saya selama ini , "Orang Indonesia sudah mengalami begitu banyak tragedi yang luar biasa tetapi mereka bertahan dan cenderung melupakan (atau dipaksa melupakan)....Anak-anak mudanya tak banyak yang mempelajari atau tertarik pada sejarah " Memang benar, sejarah adalah milik para penguasa. History=his story. Tetapi itu tidak menjadi alasan, selama anak muda selalu mempunyai rasa ingin tahu dan kritis. Atau bisa jadi kebanyakan dari mereka disibukkan dengan hal-hal yang mendangkalkan. Ini juga sebuah otokritik bagi saya, yang terlambat menyadari :) Pulang, merupakan sisi lain yang wajib kita ketahui, bahwa tragedi berdarah September 1965 bukan sekedar tentang kekejaman PKI, atau pertarungan elit militer di jaman itu, yang sampai hari ini belum terkuak kebenaran yang sesungguhnya seperti apa. Namun, pasca tragedi itu adalah masa gelap penuh darah, perburuan terhadap tokoh PKI, simpatisan bahkan keluarga, kerabat yang sedikit atau banyak berhubungan dengan tiga huruf keramat itu. Bukan saja perburuan yang berdarah, namun banyak suara yang terpendam selama 32 tahun tentang betapa kemanusiaan begitu direndahkan terhadap para eks Gerwani ataupun sekedar istri  yang suaminya dianggap memiliki ideologi yang sealiran dengan komunisme. Bahkan anak-anak, saudara, kerabat dan generasinya yang lahir jauh setelah 1965 harus dicap tapol dalam KTPnya dan kesulitan untuk mendapat kesempatan bekerja di negaranya sendiri. Novel ini memang ditulis oleh seseorang yang mungkin juga kekiri-kirian :), tetapi saya tidak melihat konteksnya dari sisi kiri atau kanan. Tetapi melihat dari kacamata kemanusiaan. Karena novel ini adalah sebuah drama yang bercerita tentang keluarga, persahabatan dan cinta yang berlatar belakang Indonesia pada peristiwa bersejarah 1965 dan Mei 1998 Selamat membaca untuk mengisi hari libur anda, dan menyambut pelantikan Presiden ketujuh Indonesia 20 Oktober Senin depan. Semoga tidak ada gejolak politik, pergolakan berdarah untuk kedamaian Indonesia Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline