Lihat ke Halaman Asli

Lokawarta STAI Muttaqien

Lembaga Pers Mahasiswa

Pergulatan Pemikiran Ibnu Rusyd dan Al-Ghazali

Diperbarui: 19 Februari 2023   14:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Mochamad Aripin (Mahasiswa Pascasarjana STAI DR KH. EZ.  Muttaqien)

Kita ketahui bersama dua sosok intelektual muslim yang bernama Ibnu Rusyd dan Al-Ghazali sudah banyak memberikan sumbangsih pemikirannya. Salah satu karya dari Ibnu Rusyd (tahafut al-Tahafut) dan Al-Ghazali (tahafut al-Falasifah). Ibnu Rusyd dalam khazanah pemikirannya mempunyai konsep berpikir yang berbeda dari Al-Ghazali. Perbedaan pemikirannya yang paling menonjol tersebut diantaranya tentang problem ketuhanan dan alam semesta.

Setidaknya ada tiga pergulatan pemikiran antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd yang dianggap paling membahayakan "kestabilan" umat, terdiri dari :

Pertama , alam kekal (qadim) atau abadi dalam arti tidak berawal. Pembahasan mengenai hal ini perdebatannya tersebut bisa kita simak dengan seksama. Menurut al-Ghazali, sesuai dengan kaum teolog Muslim, bahwa alam diciptakan Allah dari tiada menjadi ada (al-'ijad min al'adam, cretio ex nihilo). Penciptaan dari tiadalah yang memastikan adanya Pencipta. Yang ada tidak membutuhkan yang mengadakan.
Sedangkan pendapat dari Ibnu Rusyd, Al-Ghazali telah keliru dalam menarik kesimpulan bahwa tidak ada seorang filosof Muslim pun yang berpendapat bahwa qadimnya alam sama dengan qadimnya Allah. Akan tetapi yang mereka maksudkan adalah yang ada berubah menjadi ada dalam bentuk lain. Karena penciptaan dari tiada (al-'adam), menurut filosof Muslim adalah suatu yang mustahil dan tidak mungkin terjadi.Secara sederhana Al-Ghazali berpendapat bahwa ketiadaan menciptakan satu situasi dan kondisi menjadi "ada". Sedangkan Ibnu Rusyd mengatakan bahwa qadimnya alam sama dengan qadimnya Allah SWT. Maksudnya yang "ada" berubah menjadi "ada" dalam bentuk lain.

Kedua,  tentang pernyataan yang mengatakan bahwa Tuhan hanya mengetahui tentang diri-Nya, atau pernyataan yang menyatakan bahwa Tuhan Maha Segala Tahu, tetapi pengetahuan-Nya itu bersifat kulli, tidak dapat dibenarkan. Menurut Al-Ghazali, setiap yang maujud ini diciptakan karena kehendak Tuhan, dan juga setiap yang terjadi di alam ini atas kehendak-Nya. Tentulah seluruhnya itu diketahui oleh Tuhan, sebab yang berkehendak haruslah mengetahui yang dikehendakinya. Jadi, Tuhan tentunya mengetahui segala sesuatu yang secara rinci.
Sedangkan Ibnu Rusyd mempunyai pendapat yang berbeda dari apa yang disampaikan oleh Al-Ghazali tersebut, Pemikiran Ibnu Rusyd tersebut menyangkal bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil, tidaklah seperti yang ditudingkan. Semuanya harus dilihat apakah pengetahuan Tuhan itu bersifat qadim atau hadis terhadap peristiwa kecil itu.
Menurut Ibnu Rusyd, Al-Ghazali dalam hal ini salah paham, sebab para filsuf tidak ada yang mengatakan demikian, yang ada ialah pendapat mereka bahwa pengetahuan tentang perincian yang terjadi di alam tidak sama dengan pengetahuan manusia tentang perincian itu. Jadi menurut Ibnu Rusyd, pertentangan antara Al-Ghazali dan para filsuf timbul dari penyamaan pengetahuan Tuhan dengan pengetahuan manusia. Pengetahuan manusia tentang perincian diperoleh melalui panca indera, dan dengan panca indera ini pulalah pengetahuan manusia tentang sesuatu selalu berubah dan berkembang sesuai dengan penginderaan yang dicernanya. Sedangkan pengetahuan tentang kulliyah diperoleh melalui akal dan sifatnya tidak berhubungan langsung dengan rincian-rincian (juziyyah) yang materi itu.

Ketiga,  yang digugat oleh al-Ghazali adalah kebangkitan jasmani. Masalah yang terakhir ini, para filosof menolak konsep kebangkitan jasmani, karena mereka menganggap hal tersebut mustahil. Al-Ghazali mengatakan bahwa jiwa manusia tetap wujud sesudah mati (berpisah dengan badan) karena ia merupakan substansi yang berdiri sendiri.
Sedangkan dalam pendapatnya dari Ibnu Rusyd mengatakan bahwa menggambarkan kebangkitan rohani melalui analogi tidur. Ketika manusia tidur, jiwa tetap hidup, begitu pula ketika manusia mati, maka badan akan hancur, jiwa tetap hidup bahkan jiwalah yang akan dibangkitkan.

Dari pergulatan pemikiran antara Al-Ghazali dengan Ibnu Rusyd diatas dapat kita ambil benang merahnya secara sederhana, yaitu :

  • Al-Ghazali merupakan sosok pemikir muslim yang mempunyai karakter pemikirannya sebagai golongan fiilsafat Islam di dunia Islam Timur.  Sedangkan Ibnu Rusyd seorang pemikir muslim yang mempunyai basis pemikirannya filsafat Islam di dunia Islam Barat.
  • Al-Ghazali merespon dalam pemikirannya terfokuskan dalam kritik pemikiran para filosof, dikarenakan sosok Ibnu Rusyd condong pemikiran Filsafat Islam nya di dunia Islam Barat, ketika Al-Ghazali menghajar habis-habisan pemikiran filsuf barat bahkan masuk pada istilah mengkafirkan pemikiran filsuf barat, disitulah Ibnu Rusyd berdiri membela dan membantah pemikiran Al-Ghazali dengan pendekatan filsafat Islam dalam versi Barat.

Penulis : Mochamad Aripin (Mahasiswa Pascasarjana STAI DR KH. EZ.  Muttaqien)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline