Marah2nya Ahok Versus Marah2nya BuRisma
Banyak media yang menulis Ahok sering marah-marah dan berlaku kasar terhadap warga. Itu lah nasib seorang gubernur DKI yang tidak bisa menahan emosi ketika melihat ada yang perlu dimarahi dan diumpat. Ahok lupa bawa dirinya adalah seorang gubernur dari ibukota negara sehingga prilaku dan ucapannya selalu diliput wartawan. Untuk perbandingan dengan gubernur DKI sedikit di bawah ibukota adalah kota Surabaya yang dipimpin oleh seorang ibu-ibu.
Kalau pada umumnya orang menganggap seorang ibu-ibu akan lebih lembaut dan manusiawi, tetapi bagi orang yang sudah sering mengikuti bu Risma dari dekat, tentu tidak heran ketika melihat bu Risma marah-marah dan membentak-bentak, seperti yang tampak dalam rekaman video RismaMarah2 > . Jelas dari video ini, sikap kasar Risma tidak kalah, kalau tidak bisa dibilang melebihi, sikap kasar Ahok terhadap warga dan bawahannya. Hanya saya tidak pernah mendengar kata 'bajingan' atau 'gila' dari bu Risma.
Mengapa Ahoktetap disukai walaupun pemarah?
Kalau diperhatikan, Ahok spontan marah-marah dan bersikap ‘ganas ’jika mendapat laporan yang dianggapnya salah, misalnya ketika ada ibu-ibu yang bertanya cara mencairkan uang tunai menggunakan Kartu Jakarta Pintar tanpa peduli yang dia marahi adalah ‘kaum lemah’, menulis ‘Gila’ pada disposisi dari Ketua Balegda DKI (Taufik) tentang draf Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan banyak lagi contoh-contoh lain.
Sesungguhnya, banyak warga yang baru kelihatan sikap ‘ganas’-nya ketika merasa pasti bahwa tindakan ‘ganas’-nya tidak akan ditentang,bahkan didukung oleh orang-orang di sekitarnya. Warga yang demikian terlihat keberadaan dan 'keganasan'-nya ketika ada maling atau copet yang kena ‘OTT’ oleh masyarakat dan tanpa rasa kasihan, mereka ramai-rarami membantai maling atau copet tersebut. Demikian pula, ketika terjadi tawauran antar kampung, antar suku bahkan antar pelajar yang sering kita baca beritanya.
Dari lain pihak, banyak sekali anggota masyarakat yang merasa geram dan gregetan pada para pejabat publik yang tidak tampak bergerak cepat dan tegas untuk memberantas korupsi dan berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh banyak aparat dan pejabat pemerintah pusat atau daerah. Tetapi tidak seperti penjahat kecil yang bisa dibantai massa ketika ketahuan, para penjahat kerahputih tersebut seringkali malah mendapat hukuman yang ‘santun’ dari para pejabat/penegak hukum dan dari pengadilan yang juga santun, termasuk dari para pejabat Kemenkumham yang berpendapat bahwa para terpidana koruptor berhak mendapat remisi hukuman.
Jadi ketika Ahok marah-marah pada anggota DPRD yang tidak transparan dalam penganggaran, pada warga yang seenaknya tinggal ditanah negara, pada walikota yang dianggapnya tidak becus dan gagal menangani tugasnya, pada warga waduk Pluit dan bantaran Ciliwung di Bukit Duri, pada warga Kalijodo, pada pengusaha yang dianggapnya main pat- gulipat, dst, justrukelompok masyarakat yang memendam kegeraman dan gregetan untuk ‘membantai’ para penjahat kerah putih malah bersorak dalam hati ketika Ahok marah-marah. Inilah pemimpin yang mereka tunggu-tunggu, berani terbuka dan tegas terhadap segala penyelewengan.
Sikap marah-marah Ahok terhadap KKN dan berbagai penyelewengan tidak akan bisa dipahami oleh orang-orang yang tidak memiliki ‘greget’ dan semangat tinggi untuk memberantas KKN dan berbagai penyelewengan. Bayangkan saja, selama puluhan tahun waduk Pluit dan bantaran Ciliwung di Bukit Duri dibiarkan dihuni oleh orang-orang yang tidak berhak, begitu pula Kalijodo dibiarkan berkembang jadi liar, kemacetan dijalan protokol dibiarkan dimanfaatkan oleh joki-joki three-in-one dan berbagai pembiaran yang lain.
Orang-orang yang tidak punya ‘greget’ di atas hanya melihat sisi marah-marahnya Ahok, tidak melihat sisi lain dan juga tidak bisa melihat ‘greget’ kelompok masyarakat yang ingin ‘membantai’ para koruptor dan pengemplang uang negara seperti ketika masyarakat kelas bawah membantai para maling dan copet yang kena ‘OTT’. Ahok menjadi representasi masyarakat yang sudah muak dan terlalu lama memendam kemarahan dan ‘greget’ pada para pelaku KKN dan pelanggar hukum golongan kerah putih.
Dendam dan kemarahan yang sudah lama terpendam terhadap penyelewengan dan ketidak-adilan di negara ini membuat mereka tidak peduli pada kenyataan bahwa sikap Ahok tidak sesuai dengan pelajaran budi pekerti yang diterima oleh para orang tua di masa lalu, tidak sesuai dengan etike yang diajarkan secara turun-temurun oleh raja-raja di Jawa, bahkan yang diajarkan oleh raja-raja di Inggris, yang diajarkan oleh para suste/pastor Belanda untuk para pelajar pribumi penghuni asrama milik Belanda jaman penjajahan dulu, dsb.