Well, judulnya sebetulnya agak kurang tepat karena USD yang menguat terhadap hampir semua mata uang di dunia, termasuk rupiah.
Contohnya:
USD terhadap MYR, 1 tahun lalu 3.2, sekarang 4.45, atau melemah 40%
USD vs EUR, dari 0.8 naik ke 0.89, melemah 11%
USD vs AUD, dari 1.15 naik ke 1.4, melemah 18%
USD vs RUB (russian rubble), dari 40 naik ke 65
...
Jelas semua mata uang memang melemah terhadap USD. Kalau dibilang hanya rupiah yang melemah, tentu tidak menjelaskan kenapa semua mata uang dunia lain juga sama2 melemah terhadap USD
Terus kenapa USD yang menguat? Singkatnya, ini karena ekonomi amrik berangsur2 mulai pulih sejak krisis ekonomi 2008 lalu, sehingga semua modal rame2 balik ke amrik. Sedangkan di saat yang sama eurozone masih babak belur dan dalam kondisi tidak stabil sehingga membuat investasi di amrik dipandang jauh lebih menarik dan aman daripada tempat lain.
OK, semua mata uang memang melemah terhadap USD. Tapi kenapa rate pelemahan itu berbeda2? Dalam satu tahun terakhir misalnya, euro hanya melemah sekitar 11%, ringgit melemah 40%, AUD melemah 18%, sedangkan rupiah hanya melemah 16%
Itu tergantung struktur perekonomian dari negara terkait, secara singkat tergantung pada apakah negara tersebut lebih banyak ekspor daripada impor. Kenapa ekspor vs impor berpengaruh terhadap kurs? Logika sederhana, kalau kita jual barang ke negara lain maka kita akan dapat dollar, sebaliknya kalau beli barang dari negara lain maka kita keluar dollar. Sehingga kalau ekspor lebih banyak dari impor, maka lebih banyak dollar di negara kita dan sesuai hukum prmintaan dan penawaran, maka rupiah menguat. Dan sebaliknya.
Kalau kita lihat, negara yang condong menjadi eksportir maka pelemahan mata uang nya tidak terlalu dalam. EUR misalnya. Sedangkan negara yang condong menjadi impor maka pelemahan mata uang nya jauh lebih dalam.
Lebih lanjut lagi, kebetulan saat ini ekonomi china sedang melambat. Akibatnya permintaan terhadap bahan mentah (nikel, tembaga, dll) juga berkurang karena selama ini china yang mendominasi permintaan bahan mentah itu. Ini mengakibatkan mata uang dari negara yang selama ini banyk ekspor bahan mentah menjadi terpukul. Misalnya Malaysia, Australia, dan juga termasuk Indonesia.
Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Untuk jangka pendek, sayangnya, tidak banyak. Karena penyebabnya lebih ke faktor global yang di luar kendali kita sehingga tidak banyak yang bisa dilakukan. Beberapa langkah kecil misalnya memberikan insentif bagi eksportir untuk memarkir duit hasil ekspornya di dalam negeri, juga sudah dilakukan.