Lihat ke Halaman Asli

Siapa Bilang Jadi Mahasiswa Psikologi Gampang?

Diperbarui: 11 Desember 2018   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marching Band Tampil di konser pamit

"Kamu anak psikologi? Bisa baca pikiran saya dong"

Sudah ribuan kali pertanyaan itu terlontar dari setiap orang yang saya temui. Rasa-rasanya seperti paranormal saja ditanyai seperti itu. Orang yang akhirnya enggan mengekspresikan diri karena seolah "takut dibaca" oleh saya. Eits, padahal tidak semudah yang teman-teman bayangkan untuk sekedar menebak-nebak kepribadian, lho. Butuh pengalaman, pengetahuan dan kepekaan yang kuat untuk tahu kepribadian seseorang. Pada dasarnya kami butuh observasi dan pendekatan (cieeh) yang mendalam agar akurat mengetahui kepribadian kamu. Metodenya banyak, dan harus dilihat yang paling cocok untuk diterapkan ke masing-masing individu.

Ya, banyak stereotype dan ke-simpang siuran masyarakat memandang mahasiswa psikologi. Terlebih  jika mengetahui berasal dari mana universitas yang diemban. Berat? Jelas. Tapi, ini berkah sekaligus tantangan!

"Hidup ini tantangan", katanya.

Kali ini saya ingin bercerita mengenai beda. Saya, terlahir dari keluarga yang harmonis dan penuh cinta kasih. Menjadi putri ke tiga di keluarga saya, membuat saya memilih jalan yang berbeda dari kakak-kakak saya. Pilihan sekolah kami pun berbeda, karena saya menganggap, "GueBeda". Prinsip saya adalah setiap orang punya keunikan masing-masing. Individual differences. Kalau itu yang diusung, apa yang kamu lihat, orang yang duduk di samping, di depan, di belakang, bahkan kamu sendiri, membuat hidup ini berwarna; Indah. Tapi, ya, begitupun indahnya hidup terkadang tidak seindah mimpi. Kehidupan yang keras, dirasakan setiap orang, begitupun juga saya.

Saya yakin teman-teman juga memiliki banyak pengalaman menarik, atau bahkan pahit. Disini, saya ingin menyampaikan bahwa 

berbeda dengan orang lain tidak selalu buruk, karena Tuhan punya caranya sendiri untuk mendewasakan diri kita, hanya bagaimana kita melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.

Saya, mendapatkan banyak keberuntungan selama saya sekolah. Bersekolah di sekolah favorit, mendapatkan nilai yang baik, dilengkapi fasilitas dari orang tua, serta semuanya yang serba cukup. Sampai tamat SMA, siapa yang menyangka saya mendapatkan amanah untuk dapat berkuliah di Yogyakarta, dengan banyak sudut romantis dan sejumput kenangan. 

Berkali-kali saya ke Yogya sebelum itu, tidak pernah bosan melihat keindahan kota ini. Memilih merantau menjadi agenda terbaik untuk di jalani selama perkuliahan. Banyak wejangan dan nasehat untuk selalu menjaga kesehatan, selalu berbuat baik, berani, dan sabar. Ujian memang selalu ditempatkan di waktu yang tepat, untuk menjadikan seseorang belajar.Begitu pun saya.

Saya sampaikan, bahwa berkali-kali saya mengalami kegagalan.  Tidak ada yang mudah di dunia ini, jadi mahasiswa psikologi pun abote pol(susahnya minta ampun). Sudah seleksi masuknya susah, pas masuk tugas yang menumpuk, presentasi, kunjungan lapangan, tidur pagi bangun pagi, kebiasaan sehari-hari kami. 

Dicurhati dan konsultasi teman-teman saya juga sering, karena memang saya sendiri tidak menutup diri untuk hal semacam ini, bahkan pernah sampai pagi mereka bercerita, rasanya bahagia bisa berbagi dengan teman-teman. Tetapi, saya menelan banyak pengalaman di masa perkuliahan ini, gagal dalam hal akademik, gagal mendapatkan beasiswa, gagal menjadi anggota suatu kepanitiaan, suatu organisasi. Begitu berbeda drastis dari apa yang saya harapkan dulu saat SMA. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline