Lihat ke Halaman Asli

Unnes Giat 9 Bersama Warga Desa Kutuk Merajut Toleransi Melalui Kirab Budaya

Diperbarui: 7 Agustus 2024   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

instagram @unnesgiat9.desakutuk

Kamis (18/7/2024), Desa Kutuk mengadakan Kirab Budaya dalam rangka perayaan haul ke-7 Petilasan Mbah Nyai Sindu dengan penuh kegembiraan. Acara tersebut disambut hangat dengan antusiasme warga setempat.Dalam acara Kirab Budaya ini, seluruh warga dari berbagai lapisan ikut terlibat. Tokoh-tokoh masyarkat juga turut berperan dalam memberikan nuansa kirab lebih mendalam. Mahasiswa Unnes Giat 9 yang beranggotakan 11 orang, yaitu Putri Sulistiyaningsih, Fita Chusnaya, Khoerul Amin, Sefna Yutida Zahra, Faisal Nur Faiz, Adhi Adhani Rizal Ghozali Yatmeidy, Luluk Witanti, Nadhiya Mauliya Syofa, Chotimah Candra Dewi, Farelza Septian Ardian Syah, dan Aisyah Ayu Maharani yang dibimbing oleh dosen ibu Rossi Galih Kesuma S.Pd., M.Pd., secara aktif hadir untuk memeriahkan acara bukan sebatas menjadi peserta, namun juga membantu dalam mengkoordinasikan jalannya acara.

Perayaan Kirab berlangsung pada kamis, 18 juli 2024, dimulai pukul 14:00 dan berakhir pukul 16:00 WIB. Persiapan dilakukan beberapa minggu sebelumnya guna memastikan kelancaran dan kesuksesan acara.

Kirab Budaya Haul Nyai Sindu dilaksanakan di Desa Kutuk, yang terletak di Kecamatan Undaan, Kudus, Jawa Tengah. Desa ini dikenal dengan budayanya yang beragam dan masyarakatnya yang ramah.

Kirab budaya dilaksanakan sebagai upaya mempromosikan nilai-nilai toleransi dan keberagaman budaya. Melalui acara ini, diharapkan masyarakat akan lebih terbuka dalam menerima latar belakang budaya dan tradisi yang ada disekitar mereka.

Acara dimulai dengan mengarak gununan hasil bumi yang dihiasi berbagai hasil panen seperti padi, sayur-sayuran, dan buah-buahan yang merupakan symbol syukur dari kekayaan alam Desa Kutuk. Gunungan diarak sejauh 2 kilometer dengan iringan musik dan penampilan seni tradisional sepanjang rute. Di akhir prosesi, gunungan yang berisi hasil bumi dibagikan kepada warga sebagai symbol berbagi rezeki dan solidaritas.

Istilah "Jawa digawa, Arab digarap" menjadi salah satu prinsip yang dipegang dalam acara ini yang memiliki arti bahwa budaya Jawa itu dipelihara, sementara budaya lain terlebih dahulu harus dipahami, dikelola dan disesuaikan. Dengan demikian, Kirab Budaya bukan hanya sebatas perayaan meriah tetapi juga menjadi momen refleksi bagi seluruh peserta untuk menjaga serta menghargai keanekaragaman budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline