Lihat ke Halaman Asli

The Art of Failure (1): Modal Sangar, Taklukan Ekspatriat

Diperbarui: 23 April 2017   04:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di kantor-kantor yang bertaraf multinasional atau kantor-kantor yang biasanya bergerak di bidang jasa, biasanya kita punya bos expat. Itu lho, manusia-manusia impor. Bisa Bule, China, India, Hitam. Sudah pasti, mereka mendapat perlakukan superistimewa di kantor. Sebut aja, segala macam tunjangan dari apartemen atau rumah dengan kolam renang di lokasi terbaik, gaji supergede, mobil dengan sopir, listrik gratis, asisten rumah tangga gratis, sampai biaya anak sekolah di sekolah internasional itu pun gratis. Tahu sendiri, kan, berapa biaya per semester di sekolah-sekolah tersebut? Biasanya, gaji setahunmu pun gak cukup, malah harus nombok.

Haduh, enaknya jadi expat di negeri ini! Seluruh biaya hidupnya ditanggung. Ibarat kata ya, mereka itu tinggal bawa bodi dan isi tuh bodi dengan makanan aja. Selebihnya gratis.

Oya, sudah pasti mereka tidak pakai BPJS atau Kartu Jakarta Sehat dong kalau sakit. Apalagi ikutan antre di puskesmas buat imunisasi anak. Mereka diganjar asuransi mewah di rumah sakit mewah. Dari dokter gigi sampai dokter bisul, mereka dibayarin. Hidup yang paling enak ya yang serbagratis.

Sakitnya tuh, kitanya yang jumpalitan lembur-lembur sampai gak sempat sikat gigi pagi, mereka yang menikmati duitnya. Nasib? Nanti dulu!

Padahal, gak semua expat itu jago lho. Banyak juga yang pas-pasan atau sekadar bersenyum menawan dengan mata biru berawan. Ada juga yang planga-plongo kebingungan dan akhirnya makan gaji buta tapi wangi parfumnya sampai 3 lantai kiri-kanan. Belum lagi expat-expat yang ngerasa ganteng, haduh serasa bintang film Bollywood. Gonta-ganti cewek lokal, termasuk temen sekantor. Bayangin, cewek yang sudah ditaksir jomblo-jomblo sekantor, eh disikat si expat! Kalau dia sudah bosan setelah sebulan dua bulan, baru deh jatah para jomblo. Perih bener harian lahiran loe, blo.

Mari sini, belajar sama Tante!

Ada banyak cara untuk mengatasi para expatexpat menawan tidak penting ini. Yang pertama, jangan ragu untuk belajar bahasa Inggris. Lha, lancar bahasa Inggris itu penting banget. Masak mau berdebat dengan expat yang tidak bisa bahasa Indonesia selain “Selamat pagi, Bu, Selamat pagi, Pak,” – kita terbata-bata buka Google Translate? Nanti dia malah tidak tega melihat kita merana gelagapan. Jadi, ingat, ya, be-la-jar-ba-ha-sa-ing-gris yang bener sampai bener-bener lancar.

Kalau sudah lancar bahasa Inggris, pastikan kalau expat itu otaknya pas-pasan beneran, bukan otak pas-pasan jadi-jadian. Apalagi kalau expat itu ternyata bos loe. Bisa-bisa tumpahan kerja makin bertingkat dan loe akhirnya mendirikan tenda di samping meja kerja loe yang 2×1.5 itu. Hati-hati ya, biasanya expat-expat itu kesayangan para owner karena mereka bisa latihan bahasa Inggris gratis juga. Sambil menyelam, minum susu.

Bahasa Inggris sudah lumayan jago? Sudah bisa nonton Teletubbies tanpa teks bahasa Indonesia? Atau sudah bisa tertawa saat nonton film Spongebob Square Pants tanpa baca teks di bawahnya? Berarti, loe sudah boleh ambil nomor untuk bertarung melawan para expat. 

Pertama-tama, elo harus pasang muka –“This is the new me. Watch out!”- waktu akan mengeluarkan panah-panah siksa neraka ke para expat itu. Lipat tangan loe di dada, dinginkan muka, kerucutkan mulut seolah-olah elo sedang berpikir keras untuk tidak terlalu menyakiti saat mempermalukan si calon korban. Tongkrongan loe harus asik, Bos! Tegakkan bodi, jangan bungkuk-bungkuk macam si Ijah dibentak Mama Juragan. Loe harus gagah. Mana dadamu, tunjukkan!

Ingat, ini yang paling fatal. Loe jangan merasa tiba-tiba lucu dengan penampilan baru loe, terus loe menahan ketawa waktu berbicara. Nanti loe malah gak konsen bicaranya. Bayangin, loe mau tampak garang seperti macan jantan, eh, malah jadi macan Cisewu. Rusak pasar jadinya. Malah jadi kongkow-kongkow. Perhatikan kalimat pertama yang loe keluarkan. It has to be a killing. “I DON’T understand what you’re trying to say. Have you done your homework before you present it to… ME?” Tekankan kata ‘ME’ tersebut. Tunjukkan telunjukmu ke dadamu yang terbusung tadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline