Lihat ke Halaman Asli

Olivia Marveline

Female, Young

Film Joker (2019): Kontroversial, Psikologis dan Brutal

Diperbarui: 13 November 2022   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster Film 'Joker' (2019), Sumber: Behance

Anda pernah menonton serial kartun Superman, Batman, dan  Teen Titans? Sudah pasti nama superhero-superhero tersebut tidak asing lagi didengar di telinga kita pada saat semasa kecil, bukan?

Nah, sebuah pahlawan sudah pasti akan memiliki yang namanya musuh bebuyutan mereka, atau bahasa kerennya adalah villain.

Pada superhero Batman, ia memiliki musuh utamanya, yakni Joker, seorang pria berumur di atas 40 tahun yang memiliki rambut berwarna hijau seperti rumput dan memakai baju setelan kemeja dan jas yang berwarna-warni merupakan ciri khas dan mudah diingat oleh para pembaca komik maupun pecinta serial kartun superhero.

Selain itu, ciri khas yang paling menonjol adalah ia selalu menggambarkan bibirnya menjadi sangat lebar dan berwarna merah darah ditambah dengan senyumannya yang lebar dengan gigi putih yang terpampang dengan rapi.

Tahun 2019, WarnerBros mengangkat cerita musuh dari Batman tersebut ke layar lebar dengan judul 'Joker' (2019) dan disambut secara antusias oleh para penggemar superhero DC Comics, maupun penonton masyarakat secara umum.

Akan tetapi, film tersebut menjadi bahan omongan para penonton dikarenakan adegan-adegan yang cukup kontroversial. Film tersebutpun sempat menjadi film yang kurang direkomendasikan untuk segelintir masyarakat meskipun telah berusia 18+.

Plot Film 'Joker' (2019)

Film ini dibuka dengan menceritakan bagaimana seorang tokoh yang bernama Arthur Fleck; seseorang yang memiliki kelainan saraf di otaknya sehingga ia dapat tertawa secara berlebihan jika kecemasan menyerangnya.

Selain dengan kelainan yang ia miliki, Arthur juga didiagnosa memiliki penyakit mental, yakni PBA yang membuatnya harus mengunjungi kantor pelayanan sosial untuk melakukan kontrol dengan psikiaternya yang merupakan subsidi dari pemerintah setempat.

Konsultasi dengan psikiater juga tidak pernah membuahkan hasil yang signifikan di kehidupan Arthur. PBA yang ia miliki selalu dapat diatasi dengan obat-obatan yang diberikan, tetapi tidak pernah meringankan penyakit mental yang ia miliki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline