Lihat ke Halaman Asli

liviany chang

Mahasiswa

Melupakan Setelah Memaafkan

Diperbarui: 15 Agustus 2024   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Liviany Chang

Memaafkan tidak hanya sekadar menerima kata "maaf" dari seseorang, melainkan bersedia menghapuskan rasa sakit di hati. Sakit hati yang terus berlanjut hingga menjadi dendam hanya menambah penyakit. Jadi, untuk apa menyimpan sesuatu yang merusak kebahagiaan diri sendiri?

Iya, memang berat untuk mampu memaafkan apalagi jika seseorang itu sama sekali tidak merasa bersalah. Namun, satu hal yang aku tahu jika diri ini juga tidak luput dari kesalahan. Sadar atau tidak, menyakiti orang lain sangat mungkin dilakukan. Jadi, tidak perlu memposisikan diri sebagai seseorang yang terus tersakiti. Bagaimana kita bisa mendapatkan maaf jika belum mampu untuk memaafkan. 

Kecewa, marah, dan sedih adalah perasaan umum dan wajar dalam proses memaafkan. Perasaan-perasaan itu akan terganti oleh kebahagiaan setelah menemui keberhasilan dalam memaafkan. Bagi saya, memaafkan itu lebih baik dilakukan lebih dahulu sebelum terucap kata maaf itu sendiri. 

Memaafkan membawa kelegaan dan kedamaian serta pengaplikasian cinta terhadap sesama. Seburuk apapun seseorang yang dicintai di mata orang lain akan tetap indah dalam sudut pandang diri. 

Apakah setelah memaafkan mampu untuk melupakan? 

Untuk benar-benar melupakan kejadian yang menyakitkan cukup sulit karena pada dasarnya ada ingatan yang terbentuk. Melupakan kejadian akan mungkin terjadi jika diri mengalami amnesia atau lupa ingatan. Terlebih lagi, ada kecenderungan lebih mudah mengingat kesalahan orang lain dibanding kesalahan diri sendiri. 

Dalam pandangan saya, kata "melupakan" lebih mengarah kepada melupakan rasa sakit yang dialami. Ketika kembali teringat pada hal yang telah terjadi tidak lagi menimbulkan rasa sakit di hati karena sudah dilepaskan melalui proses memaafkan. Kejadian yang awalnya sangat menyakitkan menjadi kejadian yang biasa saja dan terlewati.

Sewaktu saya berada di sekolah dasar, saya mendapati tuduhan mendorong seorang teman perempuan ke arah laki-laki di depannya. Saat itu, saya tidak melakukan apapun dan hanya berdiri di dekat mereka. Tuduhan yang tidak berdasar itu membuat saya sakit hati dan berakhir menangis. Saya tidak mendorong dan hanya tersenyum, namun membuat laki-laki itu marah kepada saya. 

Laki-laki itu merupakan teman yang cukup dekat, kami cukup sering bermain bersama. Lantas, mengapa memarahi saya padahal semua itu bukan perbuatan saya. Tetapi semuanya telah berakhir, dia juga telah meminta maaf pada saya. Mengingat kejadian ini tidak lagi membuatku sakit hati yang merupakan arti dari melupakannya. 

Mungkin memang berat pada awalnya hingga benar-benar mampu menghilangkan rasa sakit hati. Tetapi tekad ingin memaafkan dan berusaha mengerti orang yang menyakiti akan perlahan-lahan membuat lupa pada rasa sakit dan kembali memperbaiki hubungan. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline