Deruh langkah jari jemari kaki telanjang hampir samar dimakan suara ombak ganas siang itu di belantaran pasir putih ...
Bukan hal gampang menghapus langkahmu dibelakang, bayanganmu saja tak pernah lepas dari ujung kakimu.
Sungguh kau manusia angkuh yang tak menikmati surgaNya ...
Ini lho SENJA bukan untuk diabaikan tapi dirasakan hangatnya, sia siamu bukan jadi pelataran lepas bersandar menikamati alam. Sombong seperti itu ...
SENJA melepas dahaganya di ufuk barat menyampaikan berjuta salam kepada semua debu yang berserakan di alam ini, bukan semata pergi dan kembali.
SENJA selalu setia kembali walaupun serimg kali tak pernah dihiraukan kita terlalu sibuk dengan urusan se’mata’...
SENJA berjalan merunduk dengan berakhir layu dia melepas dahaganya dengan tenggelamnya ruang laut dan langit. Itu sinar yang bertaburan berwarna abstrak melukis bayanganmu yang seakan hilang ...
SENJA melepas dahaganya dengan sendu seperti wajahmu yang kadang jauh tak bisa aku gapai walaupun kau nyata didepan mata ...
“Mungkin bukan aku satu satunya wanita yang pernah kau cari tentang hidupku?”
“Iya, tapi tidak ada wanita yang sendu ketika ditelan senja”
“Ah, kau memang pintar berkata”
“Tidak kali ini aku bersandiwara dalam doa”
“Lupakan saja, senja selalu lupa jika pernah aku sakit karenanya”
“Senja tak salah dia hanya jadi ‘mata’”
“Baiklah, itu maumu”
“Sungguh, kau mengerti?”
“Aku berlinang dalam pasrah”
“Senja yang membawaku kembali padamu, aku janji itu”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H