"Belum terpapar saja, harganya sudah 10x lipat dari harga normal, apalagi jika sudah terpapar, tidak terbayang lagi berapa harga yang harus dibayar untuk mendapatkan selembar masker sekali pakai ini"
Sejak malam tadi saya diterpa pilek yang membuat saya tidak bisa tidur dengan nyenyak, rasanya seperti mau sakit memang. Keesokan harinya, saya lalu mengendarai motor dan hendak membeli obat, beberapa vitamin dan masker di apotek. Setelah sampai disana saya membaca sebuah tulisan di depan pintu masuk :" masker dan hand sanitizer stoknya sudah kosong"
Saya pun menuju ke petugas apotek yang khas dengan dengan slogan buka 24 jam itu lalu membeli beberapa obat dan vitamin. Penasaran saya pun bertanya, apa benar masker dan hand sanitizer di sini sudah habis terjual?. Tanpa menjawab, petugas itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Saya paham mungkin masker dan hand sanitizer itu sudah habis.
Saya kemudian pergi ke 3 apotek lainnya dan jawabannya pun sama. Stok masker dan hand sanitizer sudah kosong.
Sebagai informasi, saya tinggal di daerah NTT, tepatnya di pulau F, tempat yang hingga saat ini masih aman dari kasus covid-19 meskipun Orang Dengan Pengawasan (ODP) dan Pasien Dengan Pengawasan (PDP) terus bertambah tiap harinya. NTT merupakan satu-satunya Provinsi di Indonesia yang hingga saat ini belum terpapar covid-19 selain Provinsi Gorontalo.
Saya kemudian disarankan oleh seorang teman untuk membeli masker di salah satu tempat usaha di pusat kota. Saya mengambil 2 lembar masker bedah (surgical mask) berwarna hijau dan membayarnya menggunakan pecahan uang 10.000 rupiah.
"Maaf pak, uangnya kurang!. Sekarang selembar masker harganya sudah naik menjadi 15.000 rupiah". Kata gadis 20 tahunan itu.
"Lah, kok bisa mahal sekali" ? Jawabku sedikit kaget.
Saya pun terpaksa membeli masker itu usai mendapat jawaban bahwa harga masker sudah naik dan dia hanya mengikuti perintah si pemilik tempat usaha itu.
Dalam perjalanan pulang, saya terus menggerutu. Gila, benar-benar gila!. Saya pikir hanya di Jawa saja yang terjadi panic buying, ternyata disini pun sama.
Syukur-syukur saya masih mampu membeli, bagaimana dengan orang lain yang maaf ekonominya lebih rendah?