Lihat ke Halaman Asli

China Berhutang Maaf dan Ganti Rugi Akibat Penyebaran Covid-19

Diperbarui: 3 April 2020   12:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden China, Xi Jinping. Catholic News Agency

"Sistem perawatan kesehatan di negara-negara paling maju di dunia kewalahan, jadi bayangkan bahaya di negara miskin dan sarat konflik seperti Myanmar,". Selain itu, China juga dituntut untuk membayar kembali biaya yang telah dikeluarkan oleh negara  untuk memerangi covid-19". 

Seperti diketahui, sejak kemunculan covid-19 akhir desember tahun lalu, virus yang berasal dari Wuhan, China ini sudah menyebar hingga ke 204 negara diseluruh dunia dengan total kasus pertanggal 03/04 mencapai 1.014.256 kasus. 52.982 orang meninggal dunia. 

Amerika Serikat menjadi negara dengan penderita terbanyak di dunia dengan 244.190 kasus, sedangkan Italia menjadi negara dengan korban meninggal terbanyak dengan 13.915 kasus sementara itu Indonesia 1.790 kasus dengan korban meninggal mencapai 170 orang. China sendiri meskipun jumlah penderitanya mencari 81.000 namun tingkat kesembuhan di negara ini mencapai 92%. 

Di kutip dari National Catholic Register, "Rezim Tiongkok yang dipimpin oleh Xi Jinping yang berkuasa dan PKC - bukan rakyatnya - berutang maaf kepada kita semua dan kompensasi atas kehancuran yang disebabkannya," tulis Kardinal Muang Bo, Uskup Agung Yangon. 

Kardinal Bo, yang adalah ketua Federasi Konferensi Waligereja Asia, mengecam rejim China Kamis malam karena menahan informasi tentang virus corona dan menghukum para dokter dan jurnalis yang berusaha memperingatkan dunia tentang potensi bahaya virus. 

Seperti diketahui, Dokter Li, dokter yang mendeteksi adanya virus ini ditangkap oleh kepolisian setempat karena dituding menyebarkan isu kepada masyarakat.

"China sebagai negara adalah peradaban besar dan kuno yang telah memberikan kontribusi sangat besar bagi dunia sepanjang sejarah, tetapi rezim ini harus bertanggung jawab, melalui kelalaian dan penindasan kriminalnya, untuk pandemi yang melanda jalan-jalan kita hari ini," kata Cardinal Bo. 

"Biarkan saya jelaskan - Partai Komunis China yang bertanggung jawab, bukan rakyat Tiongkok, dan tidak ada yang harus menanggapi krisis ini dengan kebencian rasial terhadap Tiongkok. Memang, orang-orang China adalah korban pertama virus ini dan telah lama menjadi korban utama rezim represif mereka. Mereka pantas mendapatkan simpati kita, solidaritas kita, dan dukungan kita. Tetapi represi, kebohongan, dan korupsi PKC yang bertanggung jawab, "katanya.

Kardinal mengutip beberapa contoh whistleblower yang dibungkam oleh rezim sensor PKC.

"Dokter yang mencoba meningkatkan alarm - seperti Dr. Li Wenliang di Rumah Sakit Pusat Wuhan yang mengeluarkan peringatan kepada sesama petugas medis 30 Desember - diperintahkan oleh polisi untuk 'berhenti membuat komentar palsu.' Li, seorang dokter spesialis mata berusia 34 tahun, diberitahu bahwa ia akan diselidiki karena 'menyebarkan desas-desus' dan dipaksa oleh polisi untuk menandatangani sebuah pengakuan. Dia kemudian meninggal setelah tertular virus corona," tulis Kardinal Bo.

Pemerintah Cina telah dikritik karena menahan informasi coronavirus dari komunitas internasional. Pada 1 April, Bloomberg melaporkan bahwa intelijen AS menemukan bukti bahwa China tidak melaporkan jumlah kasus dan kematian koronavirus yang dikonfirmasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline