Lihat ke Halaman Asli

Abd Hafid

Dosen Universitas Ibnu Sina Batam & STAI Ibnu Sina Batam

Nilai Budaya Melayu dalam Masyarakat Plural di Kota Batam

Diperbarui: 28 September 2019   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Tribunnews.com

Dr. (C) Abd. Hafid, S.Ag.,M.Pd.,MM

Dosen Universitas Ibnu Sina

taranghafid@gmail.com

 

Pendahuluan

Kota Batam merupakan sebuah kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau. Luas wilayah daratan seluas 715 km2 sedangkan luas wilayah secara keseluruhan mencapai 1.575 km2. Jumlah penduduknya mencapai 1.236.399 jiwa yang menyebar di 12 kecamatan (darat dan pulau). Kota Batam memiliki letak yang sangat strategis, berada pada jalur pelayaran internasional, kota ini juga memiliki jarak yang sangat dekat dan berbatasan langsung dengan negara Singapura dan Malaysia. Dari segi pertumbuhan, kota Batam merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia.

Dari aspek sejarah, tepatnya pada dekade 1970-an, kota Batam dibentuk dengan tujuan awal untuk menjadikan pulau Batam sebagai Singapura-nya Indonesia. Sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 41 tahun 1973, pulau Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) sebagai penggerak pembangunan Batam. Kemudian pada tahun 1990-an, dengan terbitnya Undang-Undang nomor 53 tahun 1999, kotamadya administratif Batam berubah statusnya menjadi daerah otonomi, yakni pemerintah Kota Batam untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan pembangunan dengan mengikutsertakan Badan Otorita Batam ( BP Batam).

Masyarakat Kota Batam merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari beragam suku dan golongan. Beragam suku dan golongan itu antara lain, Melayu, Jawa, Batak, Minangkabau, Tionghoa, Bugis-Makassar, Flores dan beberapa suku dari Wilayah Indonesia Timur lainnya. Walaupun beragam suku dan golongan, namun masyarakat kota Batam sangat kondusif. Hal ini karena berpayungkan Budaya Melayu dan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika dalam menggerakkan kegiatan ekonomi, sosial politik serta budaya dalam masyarakat. Sesuai data statistik tahun 2017[1], komposisi masyarakat berdasarkan etnis adalah sebagai berikut:  

  • SUKU / ETNIS
  • PERSENTASE (%)
  • Jawa
  • 26,78
  • Melayu
  • 17,61
  • Batak
  • 14,97
  • Minangkabau
  • 14,93
  • Tionghoa
  • 6,28
  • Bugis-Makassar
  • 2,29
  • Banjar
  • 0,67
  • Lain-lain
  • 16,47

Sumber: Data Statistik Kota Batam, 2017

 Berdasarkan komposisi etnis masyarakat Kota Batam di atas, dapat diketahui bahwa etnik Melayu sebagai etnik asli (tenpatan) kota Batam hanya berjumlah 17,61% atau dengan kata lain 80% lebih penduduk kota Batam berasal kota-kota lain di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kota Batam sangat majemuk.  Kemajemukan itu dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, Bahasa bahkan agama. Kemajemukan ini juga merupakan kekayaan yang sangat besar nilainya sehingga harus di jaga dan dipertahankan.

 Menurut Azyumardi Azra bahwa heterogenitas budaya akan membawa kita pada kekayaan budaya yang berguna bagi pengembangan pengetahuan. Indonesia punya potensi yang sangat kaya dengan kebudayaan, kemanusiaan. Bahkan homogenitas masyarakat dan agama tak menjamin sebuah bangsa-negara dapat hidup tanpa konflik. Dilihat dari jejak sejarah, hal itu terjadi pada dunia barat. Sedangkan Indonesia tak pernah memiliki konflik agama maupun suku bangsa yang terjadi secara berkepanjangan. Bahkan situasi seperti itu tercipta sejak nama Indonesia belum disematkan. Karena watak budaya Indonesia adalah watak budaya yang toleran, watak budaya akomodatif dan saling menerima. Bangsa Indonesia juga kaya dengan kearifan lokal yang membuat satu suku bangsa.[2]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline