Era digitaslisasi telah menyebabkan berkembangnya teknologi secara masif di berbagai belahan dunia. Tidak dapat dipungkiri perkembngan teknologi telah membantu kegiatan manusia di berbagai bidang, mulai dari informasi, ekonomi, social, pendidikan, dan lainnya. Salah satu contoh dari perkembangan teknologi yang sangat membantu adalah artificial intelligence (AI).
Artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan merupakan sebuah sistem komputer yang diciptakan untuk memecahkan masalah dalam berbagai bidang. Tujuan dibuatnya sistem ini untuk membantu penyelesaian masalah secara mandiri menggunakan berbagai informasi yang berasal dari berbagai data yang disimpan pada sebuah database. Teknologi ini sangat membantu dalam penyelasaian masalah dalam berbagai bidang.
Salah satu negara yang menerapkan AI dalam kehidupan sehari-hari adalah China. Pada beberapa tahun terakhir pemerintah China telah menerapkan AI dalam berbagai bidang, mulai dari teknologi pengenalan wajah hingga teknologi untuk melakukan transaksi pembayaran. Salah satu contoh penggunaan AI pada bidang Pendidikan di China adalah sebuah headband yang digunakan untuk mengetahui tingkat fokus peserta didik selama masa pembelajaran berlangsung di China.
Melansir dari The Wall Street Journal, Headband atau ikat kepala tersebut bekerja menggunakan tiga elektroda yang terletak pada beberapa titik penggunanya, yang pertama berada di dahi dan dua lainnya berada di belakang telinga. Ketiga elektroda tadi mendeteksi aktivitas neutron di otak yang kemudian akan dilaporkan melalui perangkat seluler yang dimiliki oleh tenaga pengajar dan orang tua peserta didik tersebut. Tingkat fokus peserta didik dapat dilihat melalui warna lampu pada ikat kepala yang mereka gunakan. Apabila lampu menunjukkan warna merah, menunjukkan bahwa peserta didik tersebut dalam kondisi fokus, jika warnanya berubah menjadi biru, menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi peserta didik sedang menurun, apabila lampu berwarna putih menunjukkan bahwa alat tersebut dalam kondisi mati.
Menurut salah satu ahli neurologist Universitas California San Fransisco, Theodore Zanto mengatakan bahwa teknologi yang digunakan pada alat tersebut Bernama electroencephalography (EEG) merupakan sebuah teknologi yang seringkali digunakan oleh dokter di rumah sakit atau di laboratorium untuk memeriksa kondisi pada otak. Tingkat pembacaan gelombang neutron pada otak memiliki resiko kesalahan yang cukup tinggi, apabila subjek yang akan dicek kondisi otaknya merasa gatal, gelisah, dan EEG tidak diatur dengan benar, sehingga elektroda pada alat tersebut tidak memiliki kontak yang baik, dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan pembacaan gelombang yang dipancarkan oleh otak.
Meskipun telah mengetahui hal tersebut, salah satu pendidik di China mengatakan bahwa setelah menggunakan alat tersebut tangkat partisipasi siswa dalam kelasnya mengalami peningkatan. Setelah diterapkannya teknologi ini, beberapa siswa mengaku mendapatkan peningkatan dalam penyelesaian tugas dan pembelajaran materi, namun di sisi lain ada juga siswa yang merasa bahwa ikat kepala yang mereka gunakan seperti mengontrol mereka. Ada beberapa siswa juga yang mendapatkan hukuman dari orang tua mereka, karena tingkat fokus yang rendah selama pembelajaran di sekolah.
Lantas apakah tingkat fokus dalam belajar sebanding dengan tingkat kenyamanan dan kesehatan mental peserta didik yang terganggu, dengan tingkat kenyamanan yang sesuai peserta didik dapat meraih keefektifisan dalam pembelajaran.
Sebagai manusia sendiri kita tidak dapat selalu fokus dalam jangka waktu yang lama, dilansir dari suara.com, dalam pembelajaran siswa hanya bisa bertahan dalam 20 menit awal pembelajaran, setelah waktu tersebut tingkat fokus manusia akan menurun. Selain itu manusia memiliki tingkat fokus yang berbeda-beda. Sehingga apabila seorang siswa dengan tingkat fokus yang rendah dibandingkan oleh orang tuanya dengan siswa yang memiliki tingkat fokus lebih tinggi tentunya hal tersebut bukanlah sebuah Tindakan yang tepat.
Selain menghitung tingkat fokus siswa, China juga memiliki teknologi untuk mengetahui seberapa sering siswa tersebut menguap dan mengecek gadget nya. Hal tersebut menyebabkan beberapa siswa merasa bahwa mereka tidak memiliki privasi yang layak dalam menjalankan pembelajaran.
Pada sebuah video yang beradar di jejaring sosial memperlihatkan sebuah gadis kecil yang sedang memohon pada orang tuanya agar diizinkan keluar untuk bermain setelah mengerjakan tugas sekolahnya.
Belajar memang diperlukan untuk meningkatkan kompetensi yang diperlukan oleh anak di masa depan. Namun perlu diingat kembali bahwa anak-anak juga memerlukan waktu untuk bermain dengan teman seusianya, bila dilihat dari tingkat depresi yang terjadi pada anak usia dini yang diakibatkan tuntutan untuk mendapat nilai yang tinggi selama pembelajaran. Diperlukan adanya keseimbangan antara pembelajaran yang dilakukan dan waktu beristirahat anak agar kondisi mental anak tersebut tetap terjaga.