Lihat ke Halaman Asli

Detik-detik Penghujung tahun 2012 menuju Tahun 2013

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Detik-detik di akhir tahun 2012 menjelang tahun 2013, hujan mendera kota Gudeng sekaligus kota pendidikan. Ya, kota Yogyakarta. Tiada henti hujan mengguyur tanah budaya itu walaupun hingga larut malam. Sejenak tiba-tiba saja kedua bola mata ini tertuju pada luar rumah melalui jendela kaca. Sesaat merenug dan menatap butiran-butiran air hujan jatuh membasahi bumi. Tiada henti, butiran itu menyirami dunia hingga membentuk basahan yang merata. Bahkan yang tadinya berupa butiran kecil mengumpul dan menyatu menjadi air serta mengakibatkan beberapa daerah kebanjiran dan menenggelamkan pemukiman penduduk. Dulu saja ketika butiran itu berwujud kecil, semua orang bersahabatn dengannya, ketika butiran air menjadi genangan air orang-orang kewalahan bahkan menjadi musuh besar. Terkadang hal kecil saja kita anggap sepele dan tak bermakna. Giliran hal sekecil itu menjadi besar dan masalah bagi diri kita, barulah sadar bahwa hal kecil mampu membuat manusia yang memiliki pikiran dan otak yang cerdas mengeluh dan berada pada zona tidak aman.

Kembali pada lamunan di tepi jendela kaca rumah, sesaat membawa pikiran jauh berlayar pada masa. Dimana ada hanya ada seorang sosok yang seorang diri dengan suka cita dan bersyukur atas keagungan Tuhan yang sungguh luar biasa. Berlahan menarik ulur jalinan memori yang hampir usang itu, tuk menghibur dirinya dalam kesendirian dan kekosongan jiwa. Bersukacita berharap mujijat akan datang menghampirinya, hingga mimpi besarnya itu menjadi sesuatu yang berharga dan bermanfaat. Muncul beberapa pertanyaan dalam benaknya, apakah mungkin hal itu akan terjadi??? . Namun dari mimik wajahnya menggambarkan bahwa ia (sosok indah itu) sedang merenungkan tentang mimpi besar yang sejak lama ingin diwujudkan. Garis bibir indah yang terpancar dari raut wajah mungil itu, menceritakan bahwa ia membutuhkan orang-orang tuk membantunya dalam mengapai keinginan itu. Kerutan dan lekukan hitam di sekitar bola mata indahnya menandakan kelelahan yang mendalam selama ini ia alami dalam hidupnya. Kerutan di keningnya mulai jelas akibat pikiran yang begitu berat mewarnai jalan setapak langkah perjalanan kehidupannya. Tangan yang selalu menyanggah wajah indah itu sedikit melemah akibat beban yang sering melengkapi kisah hidupnya.

Segala yang ada padanya terasa sempurna di mata orang yang memandang, namun dibalik itu semua ia memiliki kisahhidup yang begitu pahit, manis, asam, sama seperti permen nano-nano. Terlihat monoton dan terlepas dari masalah, namun dalam kenyataannya hidupnya penuh dengan perjuangan dan warna.

Sudah hampir dua tahun lebih sejak ia menyandang gelar kesarjanaan, dan pada malam di detik-detik pergantian tahun 2012 menuju tahun 2013. Ia tersadar bahwa perubahan yang dialami begitu banyak, terutama dalam dirinya sendiri. Memang begitu berliku dan banyak krikil yang dilalui, namun bertahan hingga Tuhan masih memberikan kesempatan tuk merayakan hari besar dunia dan beranjak meninggalkan tahun 2012 ke tahun 2013. Sungguh luar biasa sang Pencipta akan berkat dan anugerah_Nya. Suasana hujan diluaran sana tidak mengurungkan niatnya tuk merenung akan nafas kehidupan yang dinikmati selama setahun ini kiranya membawa suka cita yang terindah tuk di kehidupan tahun yang baru. Resolusi tuk tahun baru kiranya harapan dan mimpi serta cita, cinta dapat tercapai dan dididekatkan pada setiap insan yang mengiginkan. Harapan itu yang selalu dikumandangkan disetiap hembusan nafas, doa serta ditiap detupan jantungnya.

Bunyi gemuruh hujan malam itu sebagai penghantar lamunanya pada mimpi besarnya. Mengingatkan pada masa-masa sulit tuk pencapaian harapan yang selama ini sebagai penyemangat hidupnya. Tersisa mimpi itu yang dimiliki di dunia ini, semenjak kejadian maut yang dialainya setahun silam. Merenggut paksa segala impian dan cita-citanya tuk membahagiakan orang-orang yang dikasihinya. Hanya tersisa sepenggal mimpi yang sederhana, kiranya Tuhan dapat mengabulkannya. Hanya pada-Nya saja ia berserah dan mencurahkan segala kesedihan dan kerapuhan jiwanya. Orang tua tunggalnya di dunia, Tuhan yang maha pengasih, pemurah lagi penyanyang.

Mungkin dengan memandangi butiran hujan yang membasahi bumi berharap mimpi dan harapan terbesarnya dapat tersampaikan pada orang tua tunggalnya itu. HIngga bertambahlah suka cita yamg dari padanya. Tuk mewarnai sisa hidup yang telah dijanjikan kepadanya. Hanya itu yang dapat dilakukan pada saat ini, berharp dan selalu berharap suatu saat mujijat akan menghampiri dirinya diwaktu dan saat yang tepat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline