Lihat ke Halaman Asli

Liswatil Nashihah

Santri di PP AL ANWAR 3 PUTRI dan Mahasiswi STAI AL ANWAR Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Pentingnya Sikap Down Grade dalam Diri Setiap Pendidik

Diperbarui: 20 Maret 2021   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kartun Guru Mengajar (pngimage.net)

Pendidik merupakan salah satu dari komponen pembelajaran. Berbicara konteks pembelajaran dalam ruang kelas, pendidik adalah kiblat dari seluruh peserta didik dalam kelas. Segala hal baik berupa perkataan maupun tindakan pendidik akan menjadi cermin bagi peserta didik. Namun,  Mungkinkah masa lalu pendidik ketika mengenyam bangku sekolah juga menjadi cerminan diri pendidik dalam mengajar? Apakah cerminan diri tersebut berdampak bagi peserta didik?

Disadari atau tidak, ternyata masa lalu pendidik memiliki pengaruh yang kuat dalam menggambarkan gaya mengajar seorang pendidik. Pendidik yang ketika mengenyam bangku sekolah memiliki daya tangkap cepat, katakanlah mudah menerima setiap materi yang diberikan oleh guru, biasanya dalam mengajar cenderung terlalu cepat, karena mereka menganggap bahwa seluruh peserta didik sudah paham materi yang dijelaskan, sebagaimana pengalamannya dahulu ketika guru menjelaskan ia dapat memahaminya secara langsung. Sehingga guru tidak akan mengulang-ngulang materi tersebut hingga beberapa kali.

Adapun dampak dari gaya mengajar seperti di atas adalah pendidik tidak mengetahui bahwa sebenarnya ada beberapa peserta didik yang belum paham sepenuhnya, bahkan sema sekali belum paham tentang materi yang dijelaskan. Menurut pengalaman saya, secara tidak langsung, hal ini dapat menumbuhkan pesimis dalam diri siswa. Sikap pesimis timbul karena mereka merasa sudah bosan dan tidak dapat mengejar teman-temannya yang lain. Di sisi lain, mereka yang dapat mengikuti pembelajaran dengan gaya mengajar seperti ini juga akan merasa santai saja. Menanggapi kasus ini, bahkan ada sebagian peserta didik menilai bahwa gaya mengajar  seperti di atas akan menjadikan peserta didik yang pandai akan semakin pandai, dan yang kurang pandai akan semakin tertinggal.

Berbeda dengan guru yang memiliki masa lalu biasa-biasa saja, katakan lah dahulu mereka ketika mengenyam bangku sekolah adalah peserta didik yang biasa-biasa saja, tidak terlalu pandai. Gaya mengajar mereka tentu akan berbeda dengan guru yang sejak kecil memang sudah pandai. Mereka yang memiliki masa lalu biasa-biasa saja cenderung dapat mengerti kemampuan masing-masing peserta didik dengan tingkat daya serap yang berbeda. Sehingga guru dapat memperkirakan kebutuhan masing-masing peserta didik. Proyeksi masa lalu pendidik yang biasa-biasa saja ini menjadikan gaya mengajar mereka terkesan lebih  fleksibel. Dampaknya adalah peserta didik akan merasa santai dalam belajar, tidak memaksakan daya berpikir mereka, dan belajar dapat mengalir tanpa adanya paksaan.

Lalu, bagaimana solusi menghadapi diri apa bila kita merupakan salah satu orang yang memiliki masa lalu belajar seperti pendidik yang pertama? Tulisan ini tidak hanya dikhususkan bagi pendidik saja, tetapi bagi semua orang yang berpotensi memberikan informasi dan bantuan kepada orang lain dalam hal membimbing, mengajar dan diajar. Menghadapi permasalah seperti ini, seorang pendidik seharusnya tidak malu untuk men-down grade dirinya. Down grade yang dimaksud di sini adalah, seorang pendidik meskipun memiliki bekal materi dan pengalaman yang banyak, mereka harus berani bersikap merendahkan dirinya sendiri dalam hal pengetahuan, merasa belum mengetahui apa-apa. Sehingga dalam mengajar mereka akan merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang tidak tahu, dan orang yang tidak tahu harus berusaha untuk tahu. Untuk tahu harus dilakukan bebrapa usaha, dan sekali usaha belum tentu berhasil. Alhasil diperlukan usaha yang lain untuk mencapai satu titik tujuan utama yaitu tahu.

Gambaran proses menuju tahu di atas adalah bahwa seorang pendidik yang telah merasakan apa yang dirasakan peserta didik dapat mencari jalan keluar untuk peserta didik tersebut. Karena belum tpaham akan materi yang dijelaskan, maka pendidik harus mengulang-ulang lagi materi tersebut hingga beberapa kali. Apabila sudah diulang berkali-kali masih belum paham, inilah saatnya bagi pendidik untuk mengasah kretivitasnya dalam menemukan cara-cara yang lain untuk memahamkan peserta didik tersebut, baik dengan mengubah strategi, metode, maupun pendekatan pembelajaran yang digunakan.

Beberapa uraian di atas menunjukkan bahwa setiap pendidik meskipun telah menempuh pendidikan setinggi apapun harus memilki sikap down grade dalam dirinya. Sikap down grade seiring dengan perkembangan waktu akan mengasah dan memperdalam kepekaan pendidik dengan peserta didik. dengan demikian pendidik akan lebih mudah untuk menganalisa dan memenuhi kebutuhan masing-masing peserta didik. Perlu diingat juga bahwa belum tentu semua pendidik yang memiliki masa lalu pandai ketika duduk di bangku sekolah tidak pandai dalam memahami kemampuan dan kebutuhan peserta didik. Begitu juga dengan pendidik yang memiliki masa lalu biasa-biasa saja ketika duduk dibangku sekolah, beberapa dari mereka juga belum tentu bisa memahami kebutuhan dan kemampuan masing-masing peserta didik. Pada akhirnya, pembelajaran terjadi karena pendidik belajar dari peserta didik, dan peserta didik belajar dari pendidik. Sama-sama belajar dan sam-sama menjadi guru. Semoga Bermanfaat




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline