Lihat ke Halaman Asli

Sulistyo

Buruh Dagang

Kesiapan Wali Murid Menghadapi Kebijakan di Bidang Pendidikan

Diperbarui: 18 Desember 2019   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kebijakan baru di bidang pendidikan  seperti perubahan sistem evaluasi hasil belajar dari ujian nasional menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter berlaku mulai tahun 2021 sangat layak diapresiasi.

Menteri Pendidikan  dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengumumkan bahwa empat pokok kebijakan pendidikan antara lain: (1) Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) pada tahun 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah. (2) Ujian Nasional (UN) mulai 2021tidak ada, diubah menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter yang dilakukan ditengah jenjang sekolah,.

Misalnya kelas 4, 8, dan 11, (3) Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) disederhanakan agar guru memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran, (4) Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih fleksibel, daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi (Kompas, 12/12/2019, halaman 10).

Sebagai orang tua/wali murid, penulis tentunya sangat setuju/mendukung atas diberlakukan kebijakan baru tersebut. Terutama dalam hal menyangkut ditiadakannya Ujian Nasional (UN) yang selanjutnya diubah menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

Dalam pencermatan lebih jauh, sesungguhnya gebrakan baru ini menurut penulis merupakan suatu langkah pengembangan metode dan mutu pemelajaran. Kompetensi setiap siswa tidak hanya dinilai secara kognitif (cenderung hafalan), tetapi daya nalarnya dan logika diasah dalam memaknai data kualitatif (literasi) maupun kuantitatif  (numerasi).

Melalui metode demikian, para murid/peserta didik bukan saja dihadapkan pada data mentah untuk diketahui. Lebih dari itu, data yang berupa kalimat (informasi) maupun data dalam bentuk angka diajarkan kepada mereka untuk dikumpulkan, dihimpun selanjutnya diolah atau dikorelasikan (analisis) sehingga akan diperoleh temuan-temuan baru yang lebih dinamis.

Dengan diberlakukannya cara belajar demikian pastinya banyak hal menguntungkan terutama posisi murid tidak lagi hanya sebagai obyek tetapi menjadi subyek yang secara bersama-sama membangun pengetahuan sesuai kemampuan dibawah fasilitator atau motivatornya yaitu para pendidik/guru di masing-masing sekolah.

Memang disatu sisi, hadirnya kebijakan baru di bidang pendidikan ini masih ditemui mengundang tanya, bahkan ada pihak tertentu yang menyebutnya bahwa "ganti menteri, ganti aturan" karena mereka belum paham akan substansinya.

Sedangkan pada sisi lain, bagi mereka yang bisa memahami tentunya akan cermat dan mendukung karena sudah saatnya pengembangan sistem pendidikan nasional  dilakukan sesuai tuntutan zaman.

Karenanya pula, layak dipahami bahwa segera diberlakukannya kebijakan tersebut pastinya membawa berbagai implikasi yang selanjutnya masing-masing pihak menjadi perlu untuk menyambut sekaligus menyikapi. 

Terutama dikalangan internal sekolah (guru dan perangkat pendukung lainnya), lembaga terkait bidang pendidikan lingkup pemerintahan daerah (provinsi, kabupaten/kota). Tidak terkecuali para orang tua atau wali murid dituntut kesiapan menghadapi kebijakan di bidang pendidikan demi masa depan anak-anaknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline