Lihat ke Halaman Asli

Sulistyo

Buruh Dagang

Jelang Natal dan Tahun Baru 2018, Gas "Melon" Kembali Langka?

Diperbarui: 7 Desember 2017   02:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Kompas.com

Belajar dari pengalaman nyata di lapangan, menjelang hari-hari besar seperti Lebaran/Idul Fitri 2017, Natal  dan jelang akhir tahun lalu, persediaan kebutuhan pokok rumah tangga yaitu gas elpiji isi 3 kg/gas melon menjadi langka. Akibatnya harganya naik, bahkan bisa mencapai dua kali lipat dari harga biasanya.

Gas elpiji 3 kg/gas melon yang sebenarnya khusus untuk rakyat miskin dipatok resmi dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 15.500,- per-tabung. Namun mengingat banyak kalangan (bukan rakyat miskin) yang ikut menggunakan 'jatah rakyat miskin' ini -- selanjutnya barang tersebut menjadi rebutan. Bahkan harganya pun membubung mencapai kisaran Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu per-tabung.

Permintaan yang diprediksi meninggi, walaupun pihak Pertamina melakukan tambahan kuota berapapun jumlahnya ternyata tidak pernah menyelesaikan masalah kelangkaan disusul harga gas melon membubung . Ini terjadi karena di kalangan tertentu, ada yang "bermain" sehingga momentum hari raya/hari besar selalu dimanfaatkan beberapa pihak untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.

Lagi-lagi dampak atas peristiwa tersebut maka wong cilik atau rakyat miskin yang menjadi korban. Gas melon dengan harga subsidi yang menjadi haknya "beralih tangan" dinikmati mereka yang tidak miskin, kecuali harus membayar mahal untuk mencukupi kebutuhan pokok yaitu gas elpiji isi 3 kg yang seharusnya untuk memenuhi konsumsinya.

Lantas bagaimana prediksi menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2018, apakah gas melon/elpiji 3 kg kembali langka?

Menurut pengalaman dan pendapat penulis, gas melon atau elpiji 3 kg nanti akan masih langka seperti diwaktu-waktu sebelumnya menjelang atau sesudah hari besar nasional, termasuk Natal dan Tahun Baru 2018. Karena kondisi demikian sengaja dimanfaatkan oleh para spekulan, pengecer -- yang tidak terikat oleh ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan harga jual bisa dipermainkan.

Selama sistem subsidi gas melon masih seperti sekarang (sistem subsidi terbuka) bukan tidak mungkin masih selalu memiliki celah kelemahan sehingga masyarakat miskin yang menjadi sasaran/penerima subsidi tidak menikmati haknya.

Bisa diprediksi bahwa tidak lama lagi akan banyak kita baca, kita dengar lewat media khususnya menjelang Natal dan Tahun baru 2018 -- pihak Pertamina dan para pejabat/petinggi di daerah akan menyampaikan informasi bahwa untuk mengantisipasi kelangkaan gas elpiji 3 kg/gas melon -- maka kuota akan ditambah dua kali lipat atau mungkin lebih.

Informasi demikian memang enak dibaca/didengar, namun realitasnya masih jauh dari harapan. Justru semakin ditambah kuotanya, yang semakin senang adalah mereka yang sudah terbiasa 'bermain' demi keuntungan yang pastinya lebih besar. Lemahnya pengawasan terhadap distribusi dan sistem subsidi yang selama ini masih banyak celah penyalahgunaan perlu mendapat perhatian semua pihak, terutama yang berkompeten.

Artikel terkait

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline