Situasi dan kondisi pendidikan khususnya pendidikan tinggi pada saat sekarang agaknya sudah berbeda bilamana dibanding masa-masa lalu. Salah satu perbedaannya terletak pada perannya sebagi kalangan intelektual yang seharusnya masih selalu konsisten untuk menyumbangkan pemikiran-pemikiran kritis di berbagai bidang dalam perspektif keilmuan.
Dulu, katakanlah sebelum tonggak reformasi dikumandangkan pada tahun 1998, tidak sedikit kalangan perguran tinggi (kampus) ikut ambil bagian dalam memberikan andil terhadap berbagai bidang demi kehidupan masyarakat, bahkan seringkali bilamana aspirasi tak tersalurkan melalui wakil rakyat -- tak segan para mahasiswa/akademisi melakukan 'demokrasi jalanan" alias melangsungkan demonstrasi sebagai salah satu saluran komunikasi agar aspirasi mereka mendapat perhatian.
Di bagian lain yang tak kalah menariknya kala itu banyak bermunculan media kampus di masing-masing perguruan tinggi terkemuka seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), disusul perguruan tinggi lain menerbitkan/mendirikan media (baca: pers mahasiswa) yang isinya cukup tajam dan kredibel dalam pemberitaan, detail menyajikan artikel-artikelnya dan kaya perspektif sehingga menambah wawasan dan pengetahuan bagi khalayak luas.
Terutama media cetak terbitan kampus dalam bentuk tabloid seperti: Salemba (UI), Kampus (ITB), dan Gelora Mahasiswa(UGM), cukup laris manis dikonsumsi bahkan jumlah tirasnya selalu bertambah karena memang tidak sedikit yang berminat untuk mengkonsumsinya. Ini sekaligus menunjukkan bahwa "gaung" masyarakat kampus benar-benar menggema, topik-topik berita aktual termasuk yang berkait bidang sosial, politik, ekonomi, budaya demi kemajuan bangsa saat itu banyak mendapat sorotan dari kalangan intelektual kampus/perguruan tinggi terkemuka.
Setidaknya dengan kehadiran pers mahasiswa/ pers kampus telah ikut mewarnai opini publik dan terbangunnya suatu interaksi sosial berkelanjutan. Kehadiran pers kampus dalam hal ini juga secara langsung maupun tidak langsung telah mempunyai peran sosial, bukan hanya sekedar memenuhi kepentingan dunia intelektual -- namun juga memberikan kontribusi dalam menumbuh kembangkan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Sayangnya kejayaan pers mahasiswa yang diwaktu itu cukup "bergaung" dan menggema dimana-mana -- secara lambat laun terkikis oleh perkembangan jaman. Suara para akademisi yang disampaikan melalui media kampus, kritik sosial yang konstruktif dan rasional kini hanyalah menyisakan kenangan.
Masih adakah suara-suara, pandangan, pemikiran yang bisa disumbangkan oleh para mahasiswa/akademisi atau masyarakat kampus di era kekinian?
Dilihat dari kemampuan sumber daya manusia, lingkungan kampus tentunya masih dapat diandalkan, "gaung"nya masih selalu dinantikan sehingga sumbangsih pemikiran dalam keikutsertaan membangun negeri masih diharapkan. Perspektif-perspektif baru dan kritis dari kalangan kampus masih dinantikan oleh khalayak luas.
Jikapun kini era sudah berubah, berkembang, dan terus mengglobal - tentunya dunia kampus tak layak untuk berhenti bersuara dalam keiuktsertaan memajukan negeri. Seperti halnya kalau di masa lalu pers kampus dalam menyuarakan gagasan, pemikiran dan sajian konten melalui saluran media cetak konvensional, maka sejalan dengan perkembangan teknologi informasi -- tak ada salahnya pers mahasiswa/pers kampus menjelma kembali dalam bentuk dan formatnya yang berbasis online.
Dunia kampus, dunia mahasiswa, atau dunia perguruan tinggi pada umumnya tidak pantas hanya berfokus pada dunianya sendiri, tidak hanya berkutat pada kegiatan melulu pendidikan, melulu riset atau penelitian. Lebih dari itu peran sosialnya masih selalu dinantikan oleh banyak kalangan. Ini pastinya sesuai dengan apa yang disebut dalam Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H