Lihat ke Halaman Asli

Sulistyo

Buruh Dagang

Kualitas Karya Ilmiah Masih Mengundang Tanya

Diperbarui: 10 Oktober 2017   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Puncak dari suatu pembelajaran terutama bagi mahasiswa/i di perguruan tinggi sering di-istilahkan dengan menyusun karya ilmiah berupa Tugas Akhir, Skripsi (Strata-1), Tesis (Strata-2), dan Disertasi (Strata-3/Doktoral) yang harus ditempuh dan diujikan di depan para dosen/guru besar guna meraih sertifikat di bidang ilmu yang ditekuni.

Karya ilmiah yang biasanya dimulai dari usulan proposal penelitian/riset merupakan gagasan yang dituangkan melalui unsur-unsur penelitian dan kegiatannya berlangsung secara sistematis berkelanjutan. Usulan proposal riset/penelitian ini berfungsi sebagai acuan atau pedoman dalam melaksanakan riset/penelitian sesuai topik (masalah) yang dipilih.

Tentu saja unsur dari kegiatan penelitian berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan lainhya, pendekatannya juga beda sehingga bilamana proposal riset sudah disetujui oleh pembimbing sesuai metodenya - disusul kemudian dilakukan pengumpulan/pengolahan data sebagai bahan analisis.

Sekilas gambaran diatas selanjutnya dapat dikatakan bahwa proses melakukan aktivitas karya ilmiah ini banyak menyita waktu, tenaga, maupun pemikiran.  Itupun bilamana ditemui kesalahan atau kekurangan data harus kembali (ke lokasi peneilitian) untuk melengkapi. Hal demikian sebagai konsekuensi dengan maksud agar karya ilmiah yang akan diujikan bisa dipertanggung jawabkan dan memiliki bobot kebenaran ilmiah.

Sangatlah naif tentunya apabila belakangan muncul berita di media bahwa ditemui merebaknya penyusunan karya ilmiah yang dilakukan orang lain kemudian diatas namakan mahasiswa/i yang bersangkutan. Sama halnya ini sebagai proses jual-beli karya ilmiah yang pastinya merupakan salah satu bentuk pelanggaran etika dalam lingkup perguruan tinggi.

Berita di halaman muka Harian Kompas edisi 7/10/2017 dituliskan lead: Seiring maraknya kasus penjiplakan karya ilmiah di perguruan tinggi, praktik joki skripsi, tesis dan disertasi juga terus berkembang. Dalam era digital, penyedia jasa pembuatan karya tulis untuk meraih gelar sarjana, master dan doktor semakin berani berpromosi.

Sungguh peristiwa ini merupakan  pukulan bagi kalangan perguruan tinggi, walaupun tidak semuanya melakukan hal yang sama -- namun beberapa kasus yang sempat terungkap tersebut ikut mencoreng moreng dunia keilmuan dan kita semakin meragukan kualitas gelar yang disandang para lulusan yang melakukannya.

Ada beberapa kemungkinan mengapa kasus-kasus pembuatan karya tulis ilmiah untuk ditukar dengan sejumlah uang atau sebut saja "jual beli" skripsi, tesis, disertasi ini masih berlangsung.

Pertama, secara umum sangat dimungkinkan proses pembelajaran di perguruan tinggi belum berjalan secara optimal, terutama penguasaan mahasiswa terhadap materi metode penelitian belum atau tidak dipahami. Gagalnya pemahaman ini menjadikan penyusunan karya ilmiah terhambat karena banyak kesalahan yang harus dibenahi bahkan bisa juga diulang hingga memenuhi syarat/tuntutan metodemya.      

Terjadinya kesalahan dalam menyusun karya ilmiah yang seharusnya menjadi tantangan, justru dianggap "momok" sehingga mengambil jalan pintas untuk "memakai orang lain yang dibayar" untuk merampungkan karya ilmiahnya.

Kedua, cara pandang seseorang dalam memasuki perguruan tinggi tidak selalu sama. Disatu sisi ada yang memang bertujuan untuk menuntut ilmu sesuai bidang yang dipilihnya. Pada kelompok ini, proses penyusunan karya ilmiah, serumit apapun prosesnya akan tetap dijalani karena memang berniatan untuk fokus mendalami ilmu yang ditekuni.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline