Hari ini, Sabtu 7 Oktober 2017 Kota Yogyakarta sudah berusia 261 tahun. Kota kuno nan artistik yang akrab dengan kegiatan pendidikan, seni-budaya atau tradisi khasnya merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang juga menjadi tujuan wisata nomor dua setelah Provinsi Bali.
Menapak usianya kali ini, dirayakan pula berbagai kegiatan karnaval budaya yang diikuti seluruh kecamatan dan malam hari disusul pentas wayang kulit semalam suntuk mengambil lokasi di kawasan Tugu, Yogyakarta.
Meriahnya HUT Kota Yogyakarta yang ditandai gemerlap lampion tersebar di hampir seluruh penjuru kota, umbul-umbul dan terpampang pesan Mangayubagya dalam media luar ruang yang turut menghiasi sudut-sudut kota.
Tidak hanya itu, HUT Kota Yogyakarta hari ini semarak ditemui dalam liputan media, wawancara beberapa tokoh berkompeten, tokoh formal dan non-formal serta ucapan selamat yang dipublikasikan melalui media massa lokal sehingga memberikan spirit baru untuk membangun Kota Yogyakarta menuju masa depan.
Tentu saja dalam menyambut event penting seperti ini, banyak hal yang mestinya layak untuk dilakukan evaluasi dengan melihat sejarah perkembangan kota Yogyakara dari waktu ke waktu. Melalui tema HUT Ke 261 Kota Yogyakarta yaitu "Bersama Membangun Jogja" diharapkan kota ini terus maju berkembang tanpa meninggalkan kearifan lokalnya.
Seiring pelaksanaan pembangunan daerah yang terus bergulir, nampaknya kota Yogyakarta terus berbenah menuju harapan kota yang nyaman huni. Salah satu programnya yang sedang berlangsung sampai saat ini yaitu pengentasan kawasan kumuh perkotaan yang masih menyisakan areal 176,9 hektar (Kedaualatan Rakyat, 7/10/2017, halaman 1).
Kawasan kumuh diutamakan yang sebagian besar berada di kawasan bantaran sungai terus mendapat perhatian seperti kawasan bantaran Kali Gajah Wong, Kali Code, dan Kali Winongo yang melintas di wilayah perkotaan.
Dalam pelaksanaan program pengentasan kawasan kumuh di bantaran sungai yang melibatkan banyak komponen pastinya menjadi layak untuk terus dilakukan dalam jangka panjang. Rencana yang digagas diawali pada tingkat warga lapisan bawah dimana penulis juga ikut terlibat ini menunjukkan langkah yang bersifat bottom-up. Sekaligus menggambarkan bahwa telah berlangsung sinergi dalam pembangunan antara pemerintah daerah (Pemkot Yogyakarta) bersama masyarakat (para relawan dan berbagai organisasi sosial).
Banyak hal yang dapat memberi manfaat dalam pelaksanaan program pembangunan yang melibatkan masyarakat setempat. Disamping sebagai bagian dari budaya gotong royong, juga rasa memiliki (sense of belonging) menjadikan bekal kedepan bahwa hasil dari pembangunan itu sendiri akan dijaga dan dirawat oleh warga sekitar.
Semoga momentum kebersamaan dalam membangun Kota Yogyakarta menuju kota nyaman huni terus bertumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Dibawah kepemimpinan Walikota Haryadi Suyuti dan Wakil Walikota Heroe Poerwadi diharapkan kota ini turut mendukung dinamika Daerah Istimewa Yogyakarta menuju masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H