Kritik, sebuah kata yang dalam pengertian umum dapat diartikan sebagai kecaman atau tanggapan, atau kupasan kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, bahkan kebijakan pun bisa saja mengundang respons dari pihak lain yang mungkin kurang setuju maupun hendak memberi masukan seperlunya.
Pada lazimnya dalam suatu karya tulis (ilmiah) di bagian akhir setelah dilakukan kesimpulan ditemui halaman saran dan penulisnya akan menerima kritik dari siapapun yang menjadi pembacanya. Ini dapat diartikan bahwa si penulis sudah berupaya optimal namun masih merasa kurang sempurnya dalam menyusun karyanya.
Demikian halnya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang menganut sistem demokrasi, kritik merupakan sesuatu yang lumrah terjadi, terlebih dalam kancah perpolitikan dimana para politisi seringkali ditemui beradu argumentasi untuk mencapai kesepahaman sehingga keputusan yang diambil dapat memenuhi semua kepentingan.
Demonstrasi (demo) terbuka yang pernah dilakukan beberapa kalangan di jalanan kota-kota besar, di kampus-kampus dan sejenisnya tidak lebih merupakan salah satu bentuk kritik terhadap suatu keputusan/kebijakan yang menurut pendemo tidak sesuai dengan aspirasinya.
Dalam ranah komunikasi, kritik dapat pula dipahami sebagai bagian dari proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dimana pada proses tersebut ditemui apa yang dinamakan feedback (umpan balik) sehingga nantinya diharapkan terjadi pengertian yang sama. Feedback disini bisa sebagai dukungan, sedangkan sebaliknya ada yang tidak mendukung dan ini dapat pula dikategorikan sebagai kritik.
Banyak cara, bentuk maupun jenis yang dilakukan berbagai kalangan untuk melakukan kritik. Termasuk melalui media (massa) kritik bisa dilakukan terhadap lembaga/organisasi maupun terhadap perseorangan/tokoh publik. Baik dalam lingkup lokal, nasional ataupun internasional. Hal ini sangat dimungkinkan, karena salah satu fungsi media (massa) adalah sebagai kontrol sosial dalam artian ikut melakukan pengawasan.
Bisa dibayangkan, bagaimana kehidupan tanpa adanya kritik? "Bagaikan sayur tanpa garam" -- alias segalanya berlangsung hambar ! Dunia kehidupan menjadi sepi dan berjalan monoton, tidak ada perkembangan ke arah yang lebih baik, tidak berlangsung proses tawar (bargaining). Karenanya, dalam kehidupan yang demokratis maka hiruk pikuk dan munculnya kritik disana-sini menjadi wajar, mengingat setiap warga berhak untuk menyatakan pendapat atau pemikirannya.
Masalahnya sekarang, sudah siapkah kita (terutama para elit) menerima kritik? Atau malah "kebakaran jenggot" atas kritik yang ditujukan kepadanya?
Bagaimanapun, kritik menjadi layak dimenej. Kritik merupakan suatu masukan yang perlu mendapat perhatian. Apabila kritik memang relevan, disampaikan melalui cara yang santun, tidak anarkhis, logis, proporsional maka kritik bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan atas "kesalahan" atau kekurangsempurnaan yang mungkin terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H