Lihat ke Halaman Asli

Sulistyo

Buruh Dagang

Akankah Pendididkan Hanya Mengejar Angka dan Ijazah?

Diperbarui: 19 Agustus 2017   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membicarakan persoalan pendidikan, banyak hal yang menarik untuk dibahas. Diantaranya menyangkut proses pendidikan maupun keluaran atau output yang diperoleh setelah peserta didik menyelesaikan studi di lembaganya masing-masing.

Dapat dikatakan bahwa secara umum, fungsi pendidikan di tingkat dasar dan menengah antara lain untuk membantu anak didik menjadi melek huruf, mengembangkan kemampuan intelektual, disusul jenjang berikutnya diharapkan mampu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya secara rasional. Fungsi pendidikan juga untuk mengembangkan pengertian tentang hubungan antar manusia, termasuk nilai-nilai, norma sehingga menjadikan peserta didik cerdas dan bermartabat.

Pemahaman tentang arti penting fungsi pendidikan ini sesungguhnya akan banyak membantu, terutama bagi para orang tua/wali murid atau pihak lain terkait supaya dalam menyekolahkan anak-anaknya mengetahui persis bahwa pendidikan  merupakan upaya bersama yang diselenggarakan oleh sekolah dan perlu mendapat dukungan.

Pandangan sempit bilamana di kalangan para orang tua/wali murid menganggap bahwa mendidik anak cukup diserahkan pada sekolah masing-masing. Yang penting membayar biaya sekolah, mengikuti bimbingan belajar/les privat dan memenuhi kebutuhan lainnya. Pandangan demikian nampaknya masih ditemui disana-sini sehingga keikutsertaan lingkungan keluarga peserta didik kurang memberikan kontribusi positif untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri.

Lebih memprihatinkan lagi bilamana dalam menyekolahkan anak sebagai peserta didik di sekolahnya yang telah dipilih, yang penting dalam setiap semester mempunyai nilai atau angka rapornya baik, naik kelas dan disusul kemudian lulus sekolah, memperoleh sertifikat atau ijazah. Akankah fenomena pragmatis demikian dalam memandang dunia pendidikan masih berlangsung?

Padahal jika disadari bahwa pendidikan sesungguhnya merupakan proses untuk mengembangkan kepribadian anak supaya mereka menjadi manusia cerdas, cakap intelektual, kreatif, inovatif  sekaligus bermartabat (bermoral) yang semuanya ini juga melibatkan berbagai pihak yaitu lembaga formal (sekolah), lingkungan rumah/keluarga, dan lingkungan bermain/ teman atau kelompok sebaya (peer group), yang semuanya akan menentukan sikap maupun perilaku anak sebagai manusia terdidik.

Orientasi pendidikan yang mengacu pada proses tentunya akan menjadikan manusia peserta didik yang memilki wawasan/pengetahuan luas, kepribadian kuat, integritas sosial tinggi, bertanggung jawab, karena ditempa oleh berbagai aspek yang melingkupinya. Setidaknya, kecerdasan kognitif yang dimiliki paserta didik dalam hal ini bisa menjadikan bekal untuk "pra seleksi kerja" di kemudian hari.

Berbeda pastinya dengan cara memandang dunia pendidikan yang  hanya berorientasikan pada hasil, dimana tanpa melihat dan melakoni proses interaksi berbagai aspek terkait -- sehingga cenderung maunya melewati jalan pintas. Jika hal demikian yang terjadi, bukan tidak mungkin cara apapun akan ditempuh, termasuk jual beli ijazah aspal (asli tapi palsu) dan sejenisnya. Parahnya lagi bilamana gejala ini mewabah ke tingkat pendidikan tinggi, tujuan pendidikan nasional semakin "jauh panggang dari api", kira-kiranya begitu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline