Lihat ke Halaman Asli

Sulistyo

Buruh Dagang

Momentum Lebaran, Menyoal Kemacetan dan Upaya Melestarikan Keperdulian Sesama

Diperbarui: 25 Juni 2016   02:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah satu fenomena rutin dari tahun ke tahun yang paling kasat mata ketika lebaran tiba yaitu membanjirnya para pemudik yang datang dari kota-kota besar menuju kampung-kampung halaman tempat tinggal masing-masing.

Sarana transportasi udara, laut maupun darat akan dipadati para pemudik, apalagi nanti pada hari-hari menjelang lebaran dapat diperkirakan moda transportasi tersebut semakin dijejali penumpang yang hendak melakukan tradisi mudik di Hari Raya Idul Fitri 1437 H, tahun ini.

Hal demikian tentunya juga sejalan dengan kebijakan pemerintah dengan diberlakukannya cuti bersama secara nasional yakni mulai Senin tanggal 4 s/d 8 Juli 2016 – maka puncak mudik  bisa diprediksi terjadi pada tanggal 4 dan 5 Juli (baca: H-2 dan H-1).

Mudik lebaran, sebagai bagian dari tradisi di negeri ini sesungguhnya sudah berlangsung atau dilakukan dari waktu ke waktu. Hal yang sangat menarik dicermati dari tradisi ini adalah padatnya arus lalulintas terutama transportasi darat  ditandai hilir mudiknya kendaraan umum penumpang maupun mobil-mobil pribadi.

Konsekuensi dari itu semua, kemacetan lalulintas darat cenderung tidak bisa dihindari, dan sebagai implikasinya kemudian dilakukan berdirinya posko-posko di beberapa titik/lokasi sepanjang jalan rawan kecelakaan maupun imbauan penggunaan jalan alternatif dengan harapan dapat meminimalisir  kemacetan sekaligus sebagai langkah antisipatif terhadap kemungkinan terjadi lakalantas.

Mencari sebab mengapa arus lalulintas cenderung semakin padat dari tahun ke tahun, pastinya tidak terlepas dari sistem transportasi darat yang belum maksimal dalam melayani masyarakat. Belum tersedianya layanan memadai transportasi darat telah mendorong berbagai kalangan memilih penggunaan kendaraan pribadi.

Disamping itu, daya beli masyarakat yang meningkat disertai sistem pembelian dengan cara angsuran atau kredit – ditambah karakter masyarakat konsumtif - telah mendorong hasrat kepemilikan sarana transportasi darat (baca: mobil pribadi) terus meningkat jumlahnya.

Jika pembatasan secara proporsional tidak dilakukan,  bukan tidak mungkin  “jalanan menjadi semakin sempit” akibat daya tampungnya terbatas dan mengundang kemacetan lalulintas.

Menyoal kemacetan, barang tentu tidak pula terlepas dari faktor manusianya sebagai pengguna jalan. Human error, seringkali sebagai penyebab kemacetan, etika berkendara yang masih rendah dan pelanggaran aturan  lalulintas agaknya layak mendapat perhatian.

Termasuk cara perolehan Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang sangat mudah/tidak melalui seleksi ketat sehingga keahlian mengendara masih perlu dipertanyakan. Kemacetan arus lalulintas dan kecenderungan kecelakaan lalulintas (lakalantas) juga berkorelasi dengan kesalahan manusianya itu sendiri.

Lebaran dan Berbagi Rejeki

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline