Lihat ke Halaman Asli

Cari Apa di Kursi Walikota Kupang?

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KPUD Kota Kupang sebagai institusi penyelenggara Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) telah menabuh gong dimulainya perhelatan politik lima tahunan, Jumat (9/12) lalu. Kegiatan pertama yang dilakukan institusi yang dipimpin Daniel B. Ratu tersebut, tentunya pemutahiran data pemilih. Karena, pemilih yang sangat menentukan, siapa yang akan duduk di kursi Walikota Kupang periode 2012-20017. Kursi Walikota Kupang memang cukup menjanjikan. Sehingga, walaupun hanya satu kursi, tapi peminatnya cukup banyak. Kurang lebih puluhan orang, akan memperebutkan kursi tersebut. Bayangkan saja, hanya satu kursi tapi dikerubuti dan diperebutkan puluhan orang. Apa yang bakal terjadi? Yang pasti, saling tarik dan saling dorong bahkan saling sikut menyikut akan menjadi pemandangan yang mungkin sedap untuk dilihat. Sedapnya karena apa? Karena yang saling tarik, dorong dan sikut ini adalah orang-orang dewasa yang memiliki pendidikan yang cukup dan tentunya uang yang juga tidak sedikit. Dan yang terpenting dari itu adalah memiliki nafsu kekuasaan yang sangat besar. Sehingga tidak menutup kemungkinan, akan mempergunakan segala cara untuk mendapat kursi tersebut. Kursi Sang Walikota, bukan sembarang kursi. Kursi ini beda dengan kursi anggota legislatif. Dan sangat beda jauh, dengan kursi yang ada di setiap rumah kita. Mungkin jenis dan mereknya sama, tapi manfaatnya ruaaarrrrr biasa. Karena apa? Karena di balik kursi walikota ada kekuasaan, ada kewenangan, ada gengsi sosial, ada kekayaan, ada kemudahan dan masih ada yang lainnya, tergantung kita mau apakan makna di balik kursi itu. Silahkan anda mau mengisinya dengan apa, yang pasti kursi walikota sangat-sangat enak dan empuk. Menurut pengamat politik dari Unika Widya Mandira Kupang, Marianus Kleden, jabatan walikota dan wakil walikota sangat menggirkan, karena ada banyak uang yang dikelolah. Kalau mau disebut, paling kurang ratusan milyar rupiah ada dalam kuasa dan kendali Walikota maupun wakil walikota. Memang uang terkadang identik dengan kekuasaan. Uang pun tidak bisa dilepaskan dari politik. Sehingga, ada politisi yang mencari uang. Tapi ada juga politik uang. Namun, ada juga politisi yang "menciptakan" uang, karena kekuasaan politik yang diembannya. Mungkinkah, menjadi walikota hanya untuk mencari uang? Terserah apa jawabannya, yang pasti, uang selalu lekat dan dekat dengan kekuasaan maupun jabatan. Tapi perlu diingat bahwa akar segala kejahatan adalah cinta uang. Satu hal yang patut mendapat sorotan adalah, apa yang diungkapkan Freddy Ndolu sebagai salah satu bakal calon Walikota Kupang. Menurut bapak dua orang anak ini, walaupun dirinya mengeluarkan dana sampai Rp 700 juta tapi dia tidak memakai uang miliknya untuk membeli partai politik. Bahkan, untuk membeli suara pemilih supaya memenangkan pertarungan politik. Bahkan tak terlintas dalam benaknya untuk memenangkan pertarungan politik dengan mengandalkan uang. "Memang untuk kerja politik harus ada cost, tapi biaya dan uang ini bukan berarti kita bisa membeli segalanya," tandas Freddy Ndolu. Berkaitan dengan cost dan biaya politik, Esthon Foenay memiliki pengalaman tersendiri. Menurut Wakil Gubernur NTT, politisi yang hendak mengikuti hajatan politik jangan terlalu percaya kepada tim sukses. Karena biasanya, yang sukses adalah tim, tapi sang politisi terpuruk dan tidak sukses. "Beta punya pengalaman, jadi jangan terlalu percaya tim sukses, karena biasanya yang sukses adalah anggota tim sukses bukan politisi," tandas Esthon Foenay yang pernah bertarung dalam pemilihan Gubernur NTT 2004-2009 dan tidak berhasil. Memang politik membutuhkan uang. Dan uang sangat berpengaruh dalam jabatan politik. Tapi kalau semua diawali dengan uang, maka janganlah kita bermimpi mendapat pemimpin politik yang bisa memperhatikan para pengikutnya. Karena, ketika dia sudah menduduki kursi tersebut, yang ada dalam benaknya, hanyalah bagaimana caranya mengumpulkan kembali uang yang telah dikeluarkannya. Dengan demikian, mungkin kita bisa menjawab pertanyaan di atas bahwa cari apa di kursi walikota? Hanya dan hanya mengumpulkan uang demi kehidupan di dunia yang fana ini. Kalau sudah begitu, ingatlah sekali lagi bahwa akar segala kejahatan adalah cinta uang. Selamat memperebutkan satu kursi walikota dan ratusan milyar uang yang tersebar dan menyebar di jajaran birokrasi pemerintahan Kota Kupang. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline