Lihat ke Halaman Asli

Bersama Orang Timor Leste

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini hanyalah sebuah catatan kecil dari pengalaman singkat mendampingi anak-anak Timor Leste selama kurang lebih 4 bulan di Jogja. Kebetulan tempat saya bekerja sebelum ini menerima tawaran dari pemerintah Timor Leste yang akan mengirimkan 40 anak untuk mempelajari pertanahan dan pemetaan. Dengan harapan selama 1 tahun pendidikan, mereka bisa memegang posisi penting di badan pertanahan Timor Leste, setingkat Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Indonesia. Tapi kali ini saya tidak akan  membahas apa saja yang mereka pelajari tentang pertanahan, tapi pengalaman dari sikap dan tingkah laku mereka yang membuat tertawa, senang, bahkan kadang jengkel dan marah ^_^. Kesan pertama adalah ngeri, jujur saja agak takut tiba-tiba harus berhadapan dengan 40 orang dengan tubuh kekar dan kulit hitam (tapi tidak semuanya hitam, ada yang sawo matang seperti kita), dengan rentang usia antara 18 – 27 tahun. Ternyata mereka ramah, penuh dengan senyum dan satu yang membuat saya terkesan, semangat mereka untuk belajar sangat menggebu-gebu. Mereka sadar, sebagai bagian dari negara yang baru saja berdiri dan masih melakukan pembenahan, mereka adalah generasi harapan bangsa. Dengan jelas mengatakan bahwa mereka akan berusaha dan memberikan yang terbaik untuk bisa menyerap semua ilmu yang diberikan dan pulang dengan kebanggaan. Kami pun termotivasi dan ingin berusaha memberikan yang terbaik juga untuk mereka. Tak ada rasa masa lalu ketika Timor Leste lepas dari Indonesia, karena saya pun juga kurang mengerti sebab akibat lepasnya Timor Leste dari Indonesia. Yang tersisa adalah rasa ingin membantu mereka-mereka yang ingin membangun bangsanya. Mereka juga seolah-olah ingin melupakan masa-masa ketika masih bergabung dengan Indonesia, terbukti dengan tidak adanya obrolan tentang masa-masa itu, bahkan terkesan menghindari. Yang membuat kaget, ternyata untuk memandu mereka benar-benar harus memulai dari nol (0). Ketika pelajaran harusnya sudah mengarah ke hitungan sin, cos, diferensial, integral, dan sebagainya ternyata kita harus mengajari dulu bagaimana caranya memakai penggaris untuk mengukur panjangan, bagaimana cara memakai kalkulator untuk hitungan tambahan, bagi dan kuadrat. Miris sekali rasanya melihat kondisi ini. Siapa yang harus disalahkan untuk kondisi seperti ini? Seharusnya dilihat dari segi usia, mereka adalah minimal lulusan SMA, tapi banyak sekali yang belum mereka pelajari dan tertinggal jauh. Ditambah entah mengapa terasa susah sekali bagi mereka untuk mengingat sesuatu. Untuk urusan seperti ini yang membuat kesabaran menipis, berkali-kali harus menghela napas, dan membuat cadangan kesabaran benar-benar habis. Tapi banyak juga pengalaman-pengalaman lucu dan menyenangkan bersama mereka. Mereka sering bercerita tentang indahnya negeri Timor dan perbedaan dengan kondisi di Indonesia, khususnya Yogyakarta. Mereka merasa aneh melihat banyak pengamen dan pengemis di jalan. Di Timor Leste, aib bila ada anak muda dengan tubuh sehat memilih pekerjaan sebagai pengamen, mereka akan lebih memilih menjadi petani dibandingkan mengamen. Pelajaran yang bisa saya ambil dalam waktu 4 bulan yang singkat yaitu menjadi guru ternyata bukanlah sebuah pekerjaan atau profesi tapi datang dari ketulusan untuk berbagi ilmu dan menularkan ilmu. Salah besar bila sekarang banyak sekali orang menjadikan guru sebagai sebuah pekerjaan dengan harapan standar gaji besar. Hal yang diajarkan dari hati akan bisa masuk dan melekat dengan mudah. Jangan tanyakan kepada murid ketika mereka gagal dalam salah satu pelajaran, tapi tanyakanlah kepada gurunya apakah mereka sudah mengajar dengan benar. Ternyata saya hanya mampu 4 bulan mendampingi mereka, karena ternyata sebagai guru saya masih harus banyak belajar dan menghayati apa arti GURU. Tapi pengalaman yang sangat berharga bersama mereka. Senang karena sampai sekarang mereka masih sering menghubungi saya dan telah mempraktekkan secara langsung apa yang telah dipelajari selama 1 tahun di Jogja. Salut untuk perjuangan dan kesungguhan mereka yang ingin berkontribusi terbaik membangun bangsanya. Ayo Indonesia jangan mau kalah dengan negara tetangga kita….. ^_^. * hari ini masih dalam kalender Januari, mengingatkan salah satu lagu tentang Timor Leste, Januari Di Kota Dili [caption id="attachment_62142" align="aligncenter" width="300" caption="upacara kelulusan (dok : Amon)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline