Lihat ke Halaman Asli

Listiana Vala Wardani

Listiana Vala Blog

Penerapan Prinsip Fiqih Muamalah dalam Akad Ishtisna

Diperbarui: 24 Desember 2020   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fikih memliki arti al-fahmu (paham). Jadi fikih yaitu ilmu tentang hukum-hukum syar'i yang bersifat amaliah. Fikih Islam membahas tentang aspek esoteris keagamaan yang bersifat legal yang berhubungan tentang kebolehan suatu pelaksanaan amaliah atau suatu yang dikaitkan dengan konteks halal-haram, dan ketaatan dalam agama.

Muamalah secara luas yaitu suatu pandangan Islam mengenai aturan-aturan tertentu yang mengatur urusan duniawi yang diuntungkan semua pihak yang terlibat di dalamnya. Sedangkan makna muamalah secara sempit adalah aturan yang berasal dari Allah yang mengatur hubungan sesama manusia dalam usahanya untuk mendapatkan kebutuhan atau keperluan jasmani dengan cara yang paling baik. Muamalah menjadikan masyarakat yang harmonis antara manusia sehingga terciptanya masyarakat yang rukun, tenteram, dan damai.

Akad istishna' merupakan salah satu akad dalam fikih muamalah, akad istishna' merupakan suatu terjadinya akad antara dua pihak di mana pihak pertama (pembeli /konsumen) meminta kepada pihak kedua (produsen) untuk dibuatkan suatu barang yang sesuai dengan keinginan konsumen. 

Akad istishna' ini serupa dengan akad salam yang bentuknya membuat barang yang belum ada dan barang berada dalam tanggungan produsen sebagai penjual. Istishna' berasal dari kata arab, 'asy-sya'i yang artinya meminta membuat sesuatu dan shana'ah yang artinya membuat sesuatu. Istishna' secara terminologi  adalah transaksi yang dilakukan terhadap barang dagangan dalam tanggungan yang disyaratkan untuk mengerjakannya, di mana shanni' sebagai produsen atau penjual ditugaskan membuat suatu barang (pesanan) oleh mustashni' (pemesan). 

Dalam Fatwa DSN-MUI, istishna' yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual.

Kegiatan jual beli salah satu dari bentuk muamalah yang sangat diperbolehkan menurut Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijma'. Landasan hukum istishnadalam Al- Qur'an terdapat di QS. Al -- Baqarah : 282.

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu

yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya".

Pembayaran harus dilakukan pada masa waktu yang telah disepakati di antara kedua belah pihak. Ada beberapa faktor diperbolehkannya istishna' yaitu masyarakat yang mempraktikkan jual beli istishna' secara luas dan terus menerus. Dalam Syariah, kemungkinan akan terjadi penyimpangan terhadap qiyas. Jual beli istishna' ini dilakukan berdasar atas kebutuhan masyarakat. Jual beli istishna' dianggap sah jika syarat-syaratnya sesuai dengan aturan umum selama tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Konsep akad istishna dalam fikih muamalah tidak hanya mencakup tentang larangan normatif, tetapi juga mengarahkan agar manusia selalu berperilaku jujur dan amanah dan menerapkan prinsip-prinsip fikih muamalah dalam melakukan transaksi. Fikih muamalah memberikan kepercayaan seseorang terhadap orang lain dalam permasalahan ekonomi yang telah terkandung dalam perspektif Al-Qur'an dan Hadist yang berdasarkan pada 10 Prinsip yaitu :  Tauhidi, Halal, Maslahah, Ibadah, Kebebasan Bertransaksi, Kerjasama, Keadilan,  Amanah, Komitmen terhadap Akhlakul Karimah, dan Terhindar dari Jual Beli yang Terlarang. Adapun prinsip fikih muamalah menurut Al-Qur'an yaitu melarang melakukan transaksi dengan cara yang batil dan harus bermuamalah secara adil dan dilarang berbuat dzalim baik untuk dirinya sendiri maupun kepada konsumen atau pelaku bisnis lain.

Dalam akad istishna' , baik produsen dan konsumen harus memenuhi rukun dan syarat agar jual beli atau transaksi dapat dikatakan sah. Konsep istishna' dalam fikih muamalah merujuk pada penerapan prinsip-prinsip fikih muamalah yang dijadikan sebagai pengiring rukun dan syarat dalam akad istihsna', supaya terhindar dari kerugian pada salah satu pihak. Hal ini dapat dijadikan acuan oleh para produsen dan konsumen untuk tetap menerapkan prinsip-prinsip muamalah di samping terpenuhinya rukun dan syarat dalam kegiatan jual beli atau akad apa pun. Dalam bisnis atau jual beli juga harus menempatkan sebagai usaha manusia mencari keridhaan Allah SWT dan tidak semata-mata hanya mencari keuntungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline