Disantap selagi masih panas, hmmm~
Belakangan ini saya selalu menemukan pembahasan soal soto berseliweran di halaman kompasiana. Rupa-rupanya mimin kompasiana di balik penyebabnya. Soto menjadi topik pilihan yang diangkat untuk dibahas jadi tulisan. Menarik. Saya jadi ingin ikut membahasnya ah.
Soto yang Kita Kenal
Siapa yang tidak kenal soto? Makanan berkuah yang selalu bisa ditemukan di mana-mana. Pasti ada soto di kotamu. Hal yang kemudian membuat jadi pertanyaan adalah sebenarnya darimana soto berasal?
Minggu ini saya kebetulan mengajar tentang budaya makan di Indonesia. Salah satu pembahasan yang saya lempar kepada teman-teman mahasiswa saya adalah perihal perpaduan budaya yang disebut dengan akulturasi.
Dalam kbbi, akulturasi adalah pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi. Yang apabila dirumuskan ibarat A ditambah B menjadi C. Menjadi sesuatu yang baru.
Dari pembahasan kami, banyak sekali contoh makanan Indonesia yang sebenarnya tidak benar-benar asli melainkan pencampuran budaya lain alias hasil akulturasi. Seperti mie ayam, bakso, bakpia, dan yang sedang menjadi tokoh utama dalam tulisan ini, soto.
Dikutip dari lokadata.id, menurut Denys Lombart dalam bukunya Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia, menyebut kuliner ini (soto) banyak dipengaruhi oleh masakan Tionghoa. Soto, kata dia, berasal dari kata caodu (jao to) yang mulai populer di Semarang, Jawa Tengah, abad ke-19.
Pengaruh Tionghoa bisa dilihat dari bihun atau soun yang merupakan makanan dari Tionghoa. Pun yang menarik lagi dari soto adalah adanya penggunaan kunyit pada kuah soto. Kunyit dikenal sebagai bumbu khas orang India. Kunyit yang sering ditemukan pada masakan kari.
Jadi soto dari manakah kamu? Ehem.