Rupanya bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga muasal cerita-cerita indah.
Baru dua kali bulan Ramadan saya pernah rasakan di Jogja. Itu pun tidak sebulan penuh saya alami, karena rumah saya yang tidak jauh membuat saya tak jarang pulang ke Temanggung. Meskipun tidak banyak hari-hari di bulan Ramadan yang saya nikmati di Jogja, ada kenangan yang Alhamdulilah saya ciptakan dengan baik tiap bulan suci tiba. Melalui dua masjid yang saya sempatkan datang di tiap Ramadan.
Masjid Pertama, Masjid Kampus UGM
Siapa mahasiswa Jogja yang tidak tahu dengan masjid satu ini?
Masjid Kampus UGM atau sering dijuluki dengan Maskam UGM adalah masjid kampus terbesar di Jogja dengan kapasitas kurang lebih 10.000 jamaah. Mulai dibangun pada tanggal 21 Mei 1988 di bekas komplek pemakaman Tionghoa, masjid yang letaknya berada di kompleks Bulak Sumur ini baru digunakan untuk pertama kalinya pada tanggal 4 Desember 1999. Menariknya lagi, dalam pembangunannya pun ditangani oleh mahasiswa Arsitektur UGM dengan menghabiskan dana sebesar 9,5 miliar.
Saat-saat Ramadan, Maskam UGM termasuk salah satu tempat yang ramai dikunjungi tidak hanya dari kalangan mahasiswa. Tak jarang masyarakat umum turut bergabung sembari menunggu buka puasa tiba. Apalagi di sekitaran maskam biasanya juga muncul banyak penjual takjil dadakan menjual beraneka ragam panganan yang menggoda.
Selayaknya masjid yang lain, maskam kampus UGM pun menyediakan takjil gratis dan cukup terkenal di kalangan pemburu takjil karena menunya yang membuat bahagia terutama golongan anak kosan. Sampai-sampai jika kamu datang terlambat, bisa juga tidak dapat. Saya ingat sekali kejadian di tahun lalu, dimana saya dan teman saya datang ke maskam untuk berburu takjil ayam bakarnya. Padahal kami datang sebelum pukul lima, tetapi apa mau dikata ternyata kupon takjil sudah tidak tersisa. Alhasil kamipun membeli saja di sekitar Maskam. Hehe.
Maskam Kampus UGM memang menjadi magnet tersendiri bagi mereka yang berada di Jogja. Terlepas dari takjil Ramadannya, gaya arsitektur maskam yang merupakan perpaduan dari gaya Masjid Nabawi, kebudayaan Tionghoa, India dan Jawa juga tak kalah memikat mata. Apalagi di halaman Maskam ini juga terdapat kolam yang sekilas mirip dengan bangunan Taj Mahal. Di sekitar kolam ini pula biasanya banyak orang duduk-duduk sembari menunggu berbuka.
Terpantau dari situs resmi masjid Kampus UGM, ada beberapa rangkaian kegiatan positif yang biasanya diselenggarakan selama Ramadan seperti diskusi publik, lomba, buka bersama, salat tarawih sampai pelaksanaan iktikaf. Namun, di Ramadan kali ini memang berbeda. Lewat akun instagramnya, Maskam UGM memberikan pengumuman terkait beribadah di tengah pandemi. Informasi yang diberikan antara lain adalah masjid kampus UGM meniadakan syiar Ramadan yang berupa kajian, buka puasa, ibadah tarawih dan tidak ada salat Jumat.
Namun, pihak Kampus tetap memberikan ceramah yang bisa dinikmati di kanal Youtube dan tetap menerima zakat, infaq, sedekah dan paket buka puasa yang akan disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
Ya, dari informasi yang saya peroleh, saya bisa membayangkan bagaimana Ramadan di Maskam Kampus yang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Sedih, tetapi semoga saja semua ini lekas membaik. Hampir lupa, saya makin merasa beruntung sekali karena lokasi Maskam UGM dan kosan saya waktu itu tidak jauh. Hanya sekitar 1,3 kilometer saja. Bahkan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Ah, benar-benar rindu sekali.