Lihat ke Halaman Asli

Listhia H. Rahman

TERVERIFIKASI

Ahli Gizi

Kalau Nulis Galau, Apa Artinya Penulisnya Juga?

Diperbarui: 13 September 2019   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi | unsplash.com

Galau teroooosss~

Gara-gara tulisan sendiri, sering kali saya dikomentari demikian. Terutama tulisan yang genre-nya saya labeli fiksi.

Tidak salah memang. Sebab kalau dilihat-lihat, aliran yang saya bawa seringnya memang tentang patah hati, yang ditinggalkan, rindu, kesepian,--hal-hal yang menyebabkan kegalauan lainnya. Jadi saya juga setuju-setuju saja. Bahkan suatu waktu seorang kompasianer --sebut saja Syahrul Chelsky---mengatakan dalam sebuah artikelnya (ini) bahwa saya itu (dimatanya dan mungkin menjadi penilaian yang lain juga) begini:

"Selain itu dirinya juga tidak jarang mengisi rubrik Fiksiana. Tentang patah hati atau kekecewaan,"

Ya, saya juga sepakat, sangat. 

Namun, bagaimana jika saya lemparkan pertanyaan begini: Kalau nulis tentang galau apa artinya penulisnya juga? Hayo. Sebagai yang nulis, jawaban saya bisa duwaaa~~ ya bisa ya tidak. 

Ya bisa. Hanya saja kalau terlalu galau, saya justru tidak bisa menulis dan memang tidak ingin menulis. Saya lebih suka meratapi sambil rebahan, lalu menangis---semalaman. Halah-halah. 

Nah, setelah masa-masa kritis itu lewat, saya baru bisa menuliskan apa yang saya rasakan. Mengambarkan perasaan yang saya alami dengan kata-kata, dengan diksi yang kiranya pas dan enak jika dibaca berulang-ulang. 

Semacam ritual mendaur ulang perasaan yang sebenarnya tentang hati yang luluh dan berantakan agar lebih nyaman dikenang. HAHA.

...dan fiksi mampu melakukannya. Mengubah yang patah jadi indah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline