Sudah lama cerita ini saya simpan sendiri. Demi menunggu waktu yang benar-benar tepat.
Akhirnya setelah sekian lama menahan untuk tidak bercerita, saya memilih hari ini untuk mengungkapkan meski tidak juga bisa semuanya. Hari yang saya rasa memang amat tepat, di tanggal 11 November, dimana jatuh menjadi Hari Ulang Tahun Akademi Militer yang sudah ke-60 usianya. Ya, ijinkah saya bercerita tentang perjuangan seseorang menjadi bagian pertahanan Indonesia, tentara!
Ketika saya menulis ini, jujur saja saya bingung harus dari mana memulainya. Sebab meski ada banyak momen yang begitu melekat di pikiran namun hati ini masih selalu 'merinding'. Bukan karena itu menakutkan, tetapi cerita-cerita yang saya akan ceritakan ini selalu berhasil mengaduk emosi saya, membuat saya selalu terharu.
Di sebelah saya,sudah ada tisu. Menjaga kalau tiba-tiba ada 'sungai' yang mengalir dari dua bola mata. #serius
Ketika Dia Memutuskan Menjadi Tentara
Dialah yang memutuskan untuk menjadi tentara. Bukan saya (jelas). Dia yang saya maksud adalah adik saya sendiri.
Saya sendiri juga heran, mengapa adik begitu mantap untuk bercita-cita menjadi tentara, karena perasaan tidak ada orang terdekat yang mengintervensinya bertubi-tubi, termasuk juga kedua orang tua. Keinginan adik untuk memilih tentara jadi jalan hidupnya sendiri pun baru saya cium gelagatnya ketika ia duduk di bangku kelas tiga SMA. Tapi ada yang saya duga. Barangkali pengaruh terbesar datang justru dari lingkungan sekolahnya. Sekolah asrama yang banyak mendidiknya disiplin, teman-teman yang punya tujuan sama dan adanya dukungan satu sama lain, sepertinya jadi faktor terbesar yang mendorong adik memilih menjadi putera terbaik milik bangsa, tentara.
Perjuangan Sedari Awal yang (Tidak Pernah) Mudah
Kalau diingat bagaimana perjuangan adik, saya jadi malu sendiri. Sebab, sebagai kakak yang sudah sepatutnya menjadi contoh, jusru saya merasa belum ada apa-apa dan jadi banyak belajar dari bagaimana cara berjuang yang dilakukan adik untuk mendapatkan suatu keinginannya, mencapai cita-citanya.
Jika dibandingkan, saya kalah soal urusan memperjuangkan cita-cita. Adik jauh lebih lihai lebih getol bahkan jika dibandingkan kedua kakaknya.
Hal ini sudah terlihat lama memang, semenjak ia lulus bangku SMP. Ketika ia memilih tidak bersekolah di tempat kedua kakaknya, melainkan di tempat yang lebih lebih jauh jika diukur dari jarak juga persaingannya. Apakah karena adik saya yang laki-laki? Ah! #apahubungannya