Luka di badan bisa diperban, luka di hati mana bisa?
Menjadi patah hati, hampir tidak ada hubungan yang merencanakannya. Apalagi kalau bukan karena sakit yang ditawarkan kelak. Sebuah sakit yang tak terlihat, yang rasanya dunia sudah berakhir? Ya, penggambaran rasa sakit akibat patah hati memang hiperbola, tapi itulah cara banyak orang mendefinisikan rasa sakit yang amat.
Orang yang pernah jatuh cinta, pasti pernah walau sekali jadi patah. Begitu pun saya sendiri. Karena patah hati tidak pernah memilih kepada siapa dia berlabuh. Rasa patah hati yang saya rasakan (dulu) juga pernah berhasil membuat saya tidak karuan. Langit rasanya tidak berwarna biru, jadi kelabu; bunga tidak ada yang mekar, semua layu. Semuanya jadi tak indah lagi.
Tapi, nyatanyaa....
Patah hati yang saya alami belum ada apa-apanya, tidak parah-parah amat. Karena suatu hari, di saat saya sedang praktik di rumah sakit, saya menemukan yang lebih ekstrem. Seorang perempuan yang usianya ada di bawah saya, mungkin masih berseragam putih abu-abu, terpaksa harus menjalani pengobatan di bangsal jiwa. Karena apa sebab? Patah hati karena kekasihnya! Sungguh, ada rasa miris dan iba ketika mendengar kabar pasien itu. Rasanya kejadian ini hanya terjadi di sinetron, ternyata memang benar terjadi di kenyatannya. Apa rasa sakit akibat patah hati sebegitu parahnya?
Benar, Patah Hati Memang Tidak Baik bagi Kesehatanmu
Sindrom Patah Hati, begitu istilah yang digunakan dalam menggambarkan patah hati yang berefek pada kondisi medis. Gejalanya bahkan hampir tidak bisa dibedakan dengan serangan jantung. Namun tentu, sindrom patah hati ini punya beda, yaitu tidak berangsung lama dan dapat pulih kembali.
Sindrom ini terjadi akibat stres yang dialami seseorang dapat memicu peningkatan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin, yang kemudian berefek pada kesehatan. Oya, bukan hanya patah hati karena putus dengan kekasihnya, tetapi kejadian seperti kehilangan pasangan hidup sampai kondisi keuangan juga bisa jadi sebabnya. Intinya, hal yang menyebabkan stres dapat jadi pemicu.
Dalam sebuah studi pada tahun 2010, yang telah dipublikasikan Journal of Neurophysiology juga pernah menemukan bahwa ada persamaan aktivitas otak ketika seseorang melihat gambar "mantan" dan saat menerima rasa sakit fisik. Dari sini, peneliti menyimpulkan bahwa penolakan, emosional dan sakit fisik diproses di daerah yang sama di otak yang membuat otak jadi memberi sinyal kepada tubuh bahwa patah hati jadi begitu menyakitkan.
Untuk itu bisa dijadikan perhatian bagi seseorang yang patah hati dengan riwayat medis tertentu seperti orang dengan asma karena akan membutuhkan inhaler lebih sering atau seseorang dengan gangguan pencernaan karena akan jadi jauh lebih sensitif. Hal lain yang membuatnya jadi tak baik bagi adalah karena patah hati dapat mengubah nafsu makan yang dapat berakibat naik atau turun berat badan tak terkendali, kehilangan motivasi, sakit kepala karena terus memikirkannya.
Menyibukkan diri sendiri dengan kegiatan positif, curhat dengan orang terdekat, berbaur dengan banyak orang dan tetap menjaga pola makan bisa jadi tips untuk mengurangi sakitnya. Karena obat paling ampuhnya adalah waktu atau cinta yang baru.