[caption caption="Ilustrasi I http://www.utiket.com"][/caption] Saya masih di kereta.
Ya.Sisa pesta semalam belum benar bisa saya bilang usai sampai saat saya benar-benar telah kembali, ke titik dimana saya bermula . Atau mungkin memang tak akan jadi usai. Karena pesta semalam menyajikan pertemuan yang meninggalkan bekas.
Hak jendela yang seharusnya saya dapati baru saya ambil. Rupanya meski saya punya kuasa atasmu diatas kertas bernama tiket. Tak berlaku,dengan yang datang lebih dulu. Menduduki kursi. Jujur, saya sedang berbaik hati karena sungguh ada yang menyiksa duduk di kursi yang bukan kita, yaitu tepat dibawa pendingin ruang berfreon itu.
Saat amati lagi jendela. Memang tak ada yang menarik. Semua masih berwarna hitam dengan titik-titik warna terang, masih belum ada geliat.
Tiba-tiba, seseorang seperti mendengar keluhan saya. Yang duduk dibelakang meja operator entah pada rangkaian kereta sebelah mana. Memberikan saya sesuatu. Lagu-lagu yang tadinya tak ada,sunyi. Bangun juga. Saat saya juga jadi terbangun.
Saat tulisan ini saya buat. Baru saja Tulus bernyanyi. Pada telinga yang mau menerima. Yang tak punya kuasa atas kelenjar pineal. Yang telah menarik kembali pasukannya, hormon melatonin, untuk tak mengantuk,lagi. Kemudian,lagu yang lain disusul. Lagu yang pas didengar,Payung teduh.
Kamu tahu, ada yang harus kamu terima ketika kamu memandangi jendela kereta lama-lama bersamaan dengan sayup nyanyian dari lubang-lubang di sudut kereta ini? Ia menjadikanmu paham sesuatu lebih dalam. Tentang hal apa saja.
Seperti kamu jadi paham atau setidaknya menerka sesuatu, jangan-jangan...
Romantisme kereta memang jatuh di waktu menjelang subuh. Disaat lelah orang lain masih dirangkul tidur, kamu terbangun sendiri,menikmati apa yang terjadi berdua. Bersamamu saja,kereta.
@stasiun pekalongan, 4.30 WIB.
Terima kasih untuk segelas teh hangat yang kemudian kamu tawarkan didepanku.