Di zaman ini, masyarakat mulai –atau memang dituntut—untuk pandai. Salah satunya pandai dalam memilah milih makanan apa yang akan mereka makan. Apalagi penyakit-penyakit yang berdatangan sekarang banyak yang timbul karena dampak makanan yang sembarangan. Kemudian karena itu, perlahan masyarakat sadar. Bahwa makanan yang mengandung unsur “jahat” harus ditinggalkan, dan menggantikannya yang baik-baik saja. Tapi apakah benar yang disangka “jahat” benar-benar jahat seperti dugaannya?
Yang dianggap Jahat..
Salah satu yang sering menjadi dianggap “jahat” oleh kita adalah lemak dan kolesterol. Ya, kita sering menyalahkannya karena mereka –lemak dan kolesterol— lah yang kebanyakan menganggu kesehatan kita. Tidak hanya mengajak kita menjadi gemuk (obesitas), mereka pun membawa teman-teman yang lain seperti hipertensi sampai penyakit jantung.
Ketakutan masyarakat untuk mengkonsumsi unsur “jahat” itu pun bermunculan dan bersamaan itu terbukalah kesempatan baik bagi produsen makanan. Produsen makanan mulai gencar menciptakan produk makanan yang menjadi impian para konsumen, yang tidak menimbulkan ketakutan dan menawarkan jaminan sehat.
Untuk meyakinkan konsumen, digunakanlah istilah beragam di label makanan sebagai penekanan bahwa produknya benar-benar baik. Coba tengoklah sendiri label yang ada dimakananmu, adakah istilah atau pernah berjumpa dengan “non-cholesterol” , “low fat” atau “fat-free”? Ingat, kita ini memang memiliki kecenderungan memilih makanan yang terbaik, dan inilah yang menjadi cara marketing produsen produk-produk tersebut.
Lalu, Apa Memang Benar-benar Baik?
Pengunaan istilah label “fat-free” atau bebas lemak sesungguhnya bukan berarti makanan tersebut tidak sama sekali mengandung lemak. Menurut FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika), diartikan sebagai makanan yang mengandung kurang dari 0,5 gram lemak per sajian/porsi. Sedang low-fat atau rendah lemak menyediakan 3 gram lemak per sajian atau kurang dari itu.
Dibalik Pembuatannya..
Untuk memproduksi makanan seperti low-fat atau rendah lemak, produsen makanan harus mengganti lemak hewani dalam produk mereka dengan minyak nabati tidak jenuh (un-saturated). Beberapa bahkan harus mengubah struktur minyak nabati tersebut agar bisa digunakan. Nah, untuk melakukannya produsen melakukan proses yang disebut hidrogenasi. Sederhannya mengubah minyak nabati (cair) menjadi margarin/olesan.
Sayangnya, proses hidrogenasi ini dapat meningkatkan lemak trans (trans-fat) yang juga tidak baik untuk tubuh. Inilah salah satu “pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan produsen makanan, paling tidak mengurangi lemak trans yang dihasilkan.
Gula yang ditambahkan