Lihat ke Halaman Asli

Listhia H. Rahman

TERVERIFIKASI

Ahli Gizi

Rokok Itu Murah, tetapi Sehat Bukan Hal "Murahan"

Diperbarui: 14 Agustus 2020   10:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ketika Kebutuhan Rokok Lebih Penting dari Makan

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan seorang pasien yang memiliki keluhan sesak nafas (dyspnea). Sebut saja Tuan N, berusia 64 tahun. Waktu saya temui, beliau terlihat berbaring lemas dan terpasang alat bantu bernafas (selang oksigen). Meski dalam kondisi yang lemas, beliau masih dalam keadaan compos mentis / sadar normal. Setelah saya membaca diagnosis medis, beliau didiagnosis PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronis) .

Setelah menanyakan keluhannya, saya mulai mencoba melakukan skrinning gizi untuk mengetahui berisiko malnutrisi atau tidak. Beberapa pertanyaan yang dapat mewakili risiko pasien pun dijawabnya, dan hasilnya Tn N memiliki risiko untuk malnutrisi karena adanya penurunan berat badan yang tidak dikehendaki dan penurunan nafsu makan beberapa akhir ini.

Meski dalam keadaan lemas, beliau mengiyakan untuk ditimbang berat badannya. Mungkin penasaran, karena tidak pernah ditimbang sejak lama. Berat badannya hanya 51 kilogram. Menurut pengamatan anaknya, semenjak sakit Tn N memang terlihat makin kurus dan beliau pun mengakui bahwa bajunya kini makin terasa longgar.

Berlanjut ke tahapan selanjutnya, saya pun mulai mengkaji lebih dalam dan mencoba menelusuri masa lalunya. Kebiasaan makan sebelum sakit menunjukan beliau memang  kurang asupan baik dari segi makro dan mikro. Beliau juga mengaku lebih suka meminum kopi ketimbang air minum, dan dalam sehari empat gelas bisa beliau habiskan. Meski riwayat penyakit sebelumnya dan keluarga disangkal. Faktor utama yang dapat menjadi pencetus munculnya penyakit ini adalah kebiasaan merokoknya, yaitu sebanyak 2-3 bungkus/hari.

Awalnya saya sempat tak percaya dengan apa yang beliau katakan. Namun diperkuat pernyataan keluarga yang ada disana,  saya tak bisa menyangkalnya juga. Pendapatan yang hanya 60.000/hari sebagai pekerja kasar tidak membuatnya berhenti merokok. Sesekali saya menggoda istri beliau , “Jadi, 60 ribu itu belum di potong rokok ya bu?”. Ibu tersebut hanya tersenyum dan mengiyakannya.

Saya percaya, semua tahu bahaya rokok itu apa. Begitupun Tn N yang saya tanya,“Selama ini bapak tahu bahaya rokok?”.

“Iya tahu..”, jawabnya.

“kalau gak makan gapapa, tapi kalau gak ngerokok malah lemes”, anak laki-lakinya menambahkan.

***

Karena Merokok

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline