Sepertinya ada magnet tersendiri bagi sebagian besar orang untuk memasang foto ibu. Yup,memang ini dianggap sebagai momentum yang tepat : 22 Desember, Hari Ibu. Benar saja, mulai dari teman-teman dikontak BB hingga facebook semuanya sepakat, memasang foto mereka dan ibu masing-masing- berbagai pose ada yang sedang berpelukan,selfie,atau hanya memasang foto ibu saja.
Selain foto, banjir juga ucapan tentang ibu. Sebenarnya fenomena ini sah-sah saja, kebanyakan orang kita mencintai momentum dan menyambutnya dengan gempita. Namun, semoga hal ini bukan semata karena kita latah, cuma ikut ikutan.Bukankah setiap hari adalah hari untuk mengingat ibu? Bukan cuma hari ini saja kita lantas berlomba lomba mengumbar kecintaan, kesayangan dan kemesraan pada ibu-kan? Harusnya sih setiap hari. Tanggal ini cuma meningatkan kita saja supaya tidak melupakan sosok yang mulia : Ibu. Sepakat?
Jangan cuma pamer dimedia sosial sana sini. Nyatanya, sudah menyatakan secara langsung belum? Kan percuma kalau cuma umbar foto ibu dan ucapan romantis. Sedangkan nyatanya tak terealisasikan. jika belum, segeralah peluk ibu jika dekat, telfon jika jauh atau doakan dia jika telah tiada. Sepakat?
Ibu.satu kata berjuta makna. Doanya bagai kepanjangan dari tangan Tuhan. Telapak kakinya saja diibaratkan surga. Bagaimana dengan kedua tangan ketika dia merapalkan nama kita dalam doanya. Ya, Ibu adalah malaikat yang membawa kita berada di dunia. Nyawanya pernah dipertaruhkan. Kasih sayangnya sepanjang masa. Bukan sesuatu yang dilebihkan, memang kenyataannya. Sepakat?
***
Perjuangan menjadi seorang Ibu memang belum aku rasakan. Aku belum menikah kan masih kuliah. hehe. Namun, aku pernah melihat perjuangan kakak perempuanku menjadi Ibu. Bukti nyata menjadi wanita seutuhnya. Baru satu bulan yang lalu, aku sempat berdiri di ruang persalinan kakak.
Rasanya, aku yang deg-degkan. Kakak? Entah apa yang kakak perempuanku rasakan saat itu, deg-degkan jugakah? atau ...? tak terdefinisikan dari raut wajahnya yang tak terlihat khawatir. Sepertinya dia tak menaruh cemas sedikitpun. Barangkali, penantian pada kehadiran malaikat kecilnya menguatkannya. Menjadi obat bius paling mujarab. Aku bahkan tak sempat berkata banyak. Hanya berdoa dalam hati. Semoga persalinannya lancar dan malaikat kecilnya sehat.
Beberapa menit berlalu. Mungkin 30 menit, kakak berjuang bersama malaikat kecilnya. Aku tetap berdoa diluar kamar persalinan. Harap-harap cemas. Suami kakak pun bersamaku, di luar. Bersama dengan Ayah Ibu dan Ibu mertua. Kami semua menunggu, malaikat kecil itu akhirnya terlahir di dunia. Beriringan dengan doa , malaikat kecil itu mengeluarkan tangisan pertamanya.
Ah, rasanya seperti hujan pertama pada musim kemarau. Menyejukan. Lega.Saat itu, kakakku sempurna menjadi wanita-menjadi seorang ibu. Ya, benar benar menjadi Ibu. Dan merawat bayi itu ternyata tak mudah, aku sering melihat kakak harus standby terus setiap hari. Impiannya : menjadikan malaikat kecilnya sarjana ASI. Mungkin, akan banyak pelajaran yang harus aku pelajari dari kakakku kelak jika aku benar-benar menjadi seorang Ibu. Jadi ingin melihat masa laluku, pasti aku pun pernah menjadi sesuatu yang “merepotkan” bagi ibu. Terima kasih ya bu, dan maaf jika ananda begitu membuatmu lelah.
***
Pada akhirnya semua perempuan akan menjadi ibu. Di saat yang tepat ketika sudah bertemu dengan jodoh yang ditentukan Tuhan tentunya. Hari ini aku masih berstatus “calon” Ibu. Masih mencari bekal dan mencari jodoh. Eh. Alhamdulilah, tak pernah menyesali menjadi wanita. Takdir kenapa harus menjadi sesal? Menjadi spesial kenapa ditolak? Sepakat?