Sejak kematian suaminya, merubah kehidupan Nani ( bukan nama sebenarnya). Ia menjadi kepala keluarga untuk keempat anak-anaknya yang masih kecil. Padahal saat suaminya masih ada Nani memutuskan berhenti dari pekerjaan nya agar dapat fokus mengurus anaknya.
Sadar bahwa dia harus menjadi kepala rumah tangga dan satu-satunya orang tua yang dimiliki anak-anak nya, kecemasan mulai muncul. Kecemasan yang mulanya dia anggap biasa berubah menjadi ketakutan.
Ia kerap menangis dan bertambah murung. Ia merasa beban hidupnya terasa berat , kekhawatiran tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya dan mengantarkan masa depan mereka.
Saat malam datang, Nani sering tidak dapat memejamkan matanya,kecemasan yang mendalam dan bayangan masa-masa indah saat bersama suaminya muncul, menambah kegelisahan dan kesedihannya.
Nani mengalami insomnia, ia tertidur menjelang subuh dan membuat dia sering terlambat bangun. Ia kurang istirahat dan tidak bisa melakukan aktivitas dengan baik.
Setiap kita memiliki cerita hidup dan rute perjalanan hidup berbeda-beda. Bukankah kita memang tidak tahu akhir perjalanan hidup kita? Di tengah jalan kita akan menghadapi rute-rute, kadang lurus kadang berkelok-kelok, muncul jalan terjal , tidak jarang harus menaiki kadang turun dan landai.
Di lansir dari link https://www. liputan6. com menurut hasil survey terbaru dari Survey Kesehatan Mental Remaja Nasional (I-NAHMS) 2022, 34,9 persen remaja Indonesia, atau sekitar 15,5 juta orang mengalami kesulitan kesehatan mental dalam setahun. Dan dari jumlah itu 5,5 persen (2,45 juta) didiagnosis dengan setidaknya satu kesehatan mental, dan hanya 2,6 persen yang mencari bantuan profesional.
Seperti dikutip dari Berdamai Dengan Rasa Cemas ditulis oleh Sabrina Ara, kecemasan biasanya muncul ketika kita memikirkan sesuatu yang belum terjadi dan kita imajinasikan menjadi sesuatu yang menakutkan di masa depan.