Lihat ke Halaman Asli

Liska Simamora

Jangan malu dan sedih dibilang bodoh, mungkin itu benar

Kelas Kesayangan Itu Diciptakan

Diperbarui: 12 Juli 2023   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dua bulan yang sangat hectic,

lama tidak menulis disini. 

Di kampus kami UKSW Kota Salatiga ada namanya Semester Antara. FYI, urutan semester di kampus kami adalah Semester Ganjil, Semester Genap, Semester Antara. Semester Antara ini dilaksanakan dalam 2 bulan (8 minggu) sehingga, supaya pertemuan mata kuliah full 16 kali maka setiap mata kuliah yang pertemuannya harusnya 1 kali seminggu dilaksanakan menjadi 2 kali. 

Dalam semester antara Tahun Ajaran 2022-2023 ini saya mengajarkan 3 Mata Kuliah kalikan dua pertemuan setiap minggu jadi ada 6 kelas yang harus saya tangani pada minggu-minggu tertentu. Kenapa saya sebut pada minggu-minggu tertentu, karena 2 mata kuliah tersebut diajarkan dengan pola team teaching jadi sebenarnya masih ringan. Ada satu Mata Kuliah yang harus saya ajarkan dua kali pertemuan setiap minggu dengan jumlah kredit sebanyak 3 SKS. 

Sebenarnya, tahun ini bukanlah pertama sekali saya mengajar di Semester Antara dengan durasi 2 Bulan. Namun, tepat pada Semester Antara tahun ini lah saya menemukan sesuatu yang sangat membangun dan memberikanku strategi tentang bagaimana mengajar (saya sudah mengajar anak S1 sejak tahun 2019) namun justru di Semester Antara yang sangat hektik ini saya menemukan hal indah tentang mengajar. 

Temuan ini tentu tidak datang begitu saja. Kita semua tau bahwa sesuatu yang menginspirasi kita menjadi ide atau strategi biasanya berasal dari interaksi dengan orang lain atau melalui pengalaman perjalanan misalnya. Artinya, ada usaha atau gerakan yang kita lakukan sehingga secara sengaja maupun tidak, sesuatu yang baru datang menghampiri. Demikian juga tentang ide yang sudah menginspirasi saya untuk membuat kelas mahasiswa menyenangkan (setidaknya bagiku). 

Hal tersebut dimulai ketika Dekan kami assign saya untuk mengikuti pelatihan di LTC UKSW. Pelatihan tersebut adalah workshop yang berjudul "English as a Medium Instructions" . Kegiatan tersebut diselenggarakan selama 5 (lima) hari penuh dengan pelatihnya langsung didatangkan dari negara Amerika Serikat yang merupakan salah satu Profesor Bahasa Inggris dari Hesston College. Ekspektasi pertama saya dalam melihat judulnya adalah menganggap bahwa kontennya hanya tentang bagaimana mengajar materi kita dalam bahasa inggris. Ekspektasi saya ada benarnya, namun hanya 1 %. Saya sadar (untungnya sangat cepat) bahwa tidak mungkin UKSW mengimpor pelatih dari Amerika Serikat hanya untuk mengajari stafnya tentang bagaimana mengajar materi dalam Bahasa Inggris. 

Pertemuan pertama kegiatan pelatihan sangat seru, sang Profesor (Prof. Heidih) membuat kelas begitu hidup. Tidak terasa pertemuan pertama dengan durasi 3 (tiga) jam 09:00-12:00 WIB terasa sangat cepat terlewati. Dengan materi perkenalan dan penjelasan beberapa materi. Hari pertama sudah selesai, saya tidak sabar menunggu kelas hari kedua esok harinya. Seusai kelas hari pertama, saya sudah notice kenapa kelas Profesor ini sangat menyenangkan? lalu di jalan dari LTC ke ruangan saya saya berpikir bahwa besok hari kedua saya akan betul-betul mengamati apa yang membuatnya berbeda dengan cara mengajar saya dan cara pengajar-pengajar lainnya yang pernah aku alami. 

Hari kedua pun tiba, saya berusaha untuk tidak terlambat karena saya ingin tahu, bagaimana Profesor Heidih membuka kelas. Saat itu, saya berusaha untuk datang lebih awal dari Prof namun gagal selalu terdahului oleh beliau (hingga pertemuan terakhir). Sebelum jam 09:00 WIB beliau ternyata sudah hadir dan memulai percakapan-percakapan ringan dengan para peserta pelatihan sehingga percakapan yang ringan sebelum memulai kelas itu membuat interaksi awal terasa sangat positif. Ini adalah hal pertama yang saya pelajari. 

Pola yang sama setiap akan memulai kelas dilakukan demikian yaitu selalu ada interaksi. Saya melihat beliau selalu punya hal-hal yang bersifat general yang didiskusikan dengan para peserta. Artinya, peserta tidak perlu malu-malu atau berpikir terlalu serius untuk menjawab pertanyaan tersebut. Bagi saya, hal itu sangat baru. Karena, biasanya, kalau setiap kali memulai kelas yang saya perhatikan terlebih dahulu adalah menghubungkan device saya dengan perangkat-perangkat yang saya gunakan meskipun saat berjalan dari pintu kelas menuju meja dosen saya selalu menyapa mahasiswa namun sekedar selamat pagi, siang atau sore. 

Hari ketiga adalah jadwal saya mengajar jam 09:00-12:00 WIBuntuk kelas yang 3 SKS. Karena saya tidak ingin melewatkan Pelatihan hari ke tiga, maka hari sebelumnya saya sudah menanyakan kesediaan mahasiswa saya apabila kelas digeser ke hari yang sama namun jam yang lebih awal. Akhirnya kelas mata kuliah saya dilaksanakan pada jam 07:00-09:00 WIB. Saya bertekad untuk menerapkan strategi tersebut ke kelas saya di pagi hari. Saya datang lebih awal kemudian bercerita sedikit dengan beberapa mahasiswa yang hadir lebih awal sambil saya menghubungkan device saya dengan tv. Saya merasa ada perbedaan terutama karena saya bisa memamahi kondisi beberapa mahasiswa saya di pagi hari itu. Lalu, saya juga memperhatikan bahwa percakapan yang santai tersebut mendorong mahasiswa untuk lebih terbuka terhadap apa yang dirasakan dan berpengaruh terhadap proses belajar mengajar selama jam 07:00-09:00 WIB. Mahasiswa lebih rileks sehingga mampu mengutarakan bahkan menjelaskan isi pikiran mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline