... ia menggeliat, menarik kedua tangannya dari dada. Bibir mungilnya menguap. Mata birunya yang sayu belum terbuka sempurna. Ya, kulihat itu dari balik rambut perak yang menutupi sebagian wajahnya. Ia menggeliat, untuk kedua kalinya, dengan mata sembab, bekasnya menangis semalam, sepertinya. Dari situ ia keluar, dari balik ruang silau yang tak mudah dijangkau. Tempatnya mengadu hingga suaranya hilang dan terlelap tanpa sadar. Di balik ketiak Tuhan, ia bersembunyi bersama segala rasa yang masih mati.
"Tuhan, jangan bilang siapa-siapa tentang tempat ini ya...," suaranya memanja.
"Aku hanya ingin di sini hingga semuanya pergi," suara seraknya mengawali paginya yang basah.
Tanah Merah,
dalam persembunyian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H