Lihat ke Halaman Asli

Masih Tentang IRT: Kata Orang Vs Kata Saya

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Keterangan : Kata Orang (KO), Kata Saya (KS)

KO : Mbak kerja apa?

KS : Saya kerja di rumah, ibu rumah tangga

KO : Waah..nggak sumpek tuh Mbak jadi ibu rumah tangga. Pekerjaannya itu-ituuuu saja.

KS : Makanya saya belajar “seni memelihara antusiame.” Kalau lagi bosen, saya berusaha melihat sesuatu yang membosankan dengan “mata bayi”. Mau tahu dari mana saya belajar “seni antusiasme?” Dari anak-anak batita…. Mata bayimembuatmereka selalu antusias pada hal-hal baru, hal-hal sederhana. Yang bagi kita mungkin sudah sedemikian biasa, bahkan membosankan. Ini seni yang luar biasa loh J

KO : Tapi kan gitu-gituuu aja Mbak..masak, bersih-bersih rumah, ngurus anak, ngurus suami, pakai daster, pakai roll rambut, arisan, ngobrol nggak jelas sama tetangga… nggak keren banget. Jadi enggak eksis…

KS : Hihihi, bagaimana kalau daftarnya ditambah : browsing, chatting, blogging, writing, internet marketing, painting, teaching? Jadi perlengkapannya juga bukan cuma alat dapur, tapi juga laptop, smartphone, ipad? Hahahaha. Sebenernya banyak kok alternatif kegiatan yang bisa bikin enggak bosen bahkan bermanfaat buat lingkungan sekitar. Tahu ibu Septi Peni Wulandari yang terkenal karena jarimatika? Amazing housewife nih.. Bisa jadi orang-orang yang aktif dari rumah justru lebih eksis daripada mereka yang harus berjibaku di jalan raya.

KO : Bisa gitu ngatur waktunya?

KS : Presiden punya waktu 24 jam. Mereka ngatur negara loh… Presiden direktur juga punya waktu 24 jam. Mereka ngatur perusahaan loh.. Intinya sih belajar manajemen waktu. Namanya belajar…pastinya bukan proses yang instan sepertimasak Indomie.

KO : Tapi pergaulan jadi terbatas ah… Gaulnya sama ibu-ibu aja. Gaul yang enggak cerdas, jadinya ikutan bodoh.

KS : Hihihi…gitu ya.. Gimana kalau melihat dengan cara berbeda? Ini mungkin saatnya menularkan kecerdasan kita pada ibu-ibu lain yang kita anggap enggak cerdas. Tapi, bisa jadi kita malah harus belajar banyak dari mereka. Awal-awal jadi IRT, saya juga merasa sok “lebih” dari ibu-ibu lain gitu deeh.. Saya kan mantan perempuan karir. Tapi, saya selalu diingatkan tentang konsep kearifan lokal. Orang-orang modern, seringkali harus belajar pada masyarakat tradisional. Saya nih, yang merasa modern ini (padahal kalau ketemu Thukul, saya mungkin akan dibilang katrok :D), ternyata nggak ada apa-apanya dalam hal ketrampilan rumah tangga. Banyak hal yang bisa dipelajari dari ibu-ibu (yang saya anggap) sederhana.

KO : Tapi takut ah jadi IRT, jadi nggak punya gaji :D

KS : Digaji sendiri dong. Kerjaan domestik itu kerja juga lhooo..Dengan dalil agama, gajinya pahala. Tapi kadang susah ya lihat pahala? Ya sudah, dihitung sendiri saja gajinya. Pekerjaan domestik berapa rupiah, baby sitter berapa rupiah, bed service berapa rupiah. Trus minta sama suami. Wkwkwkwk…tapi masa begini ya sama suami? Saya sih melihat kondisi nggak punya gaji sebagai waktu-belajar-yang-efektif-untuk-lebih-bersyukur- dan-menghargai-uang. Dulu nih, waktu masih punya gaji, bersyukur ya seadanya, toh bulan depan masih gajian. Dan waktu itu gajinya lebih dari cukup untuk kebutuhan saya. Tapi gara-gara itu juga, saya cenderung boros dan nggak ngerti investasi. Sekarang kan saya manajer keuangan, jadi saya harus pandai mengatur cash flow dan investasi supaya perusahaan rumah tangga saya tidak pailit :D. Ini ilmu yang luar biasa lho…

KO : Tapi sayang banget kan, sekolah tinggi-tinggi akhirnya cuma balik ke dapur.

KS : Ihiks..dapur kok dibilang cuma siiiih… Banyak lho orang yang sukses karena dapur. Meminjam istilah juri Master Chef Australia, “mereka orang-orang yang meletakkan impian di atas piring.” Farah Queen itu, bukannya terkenal karena urusan dapur?? Lagian, meski saya nggak pandai masak, saya melihat dapur sebagai bagian sentral dalam rumah tangga. Soalnya, dari sini makanan diolah. Coba deh, apa kebutuhan manusia yang paliiing dasar? Makanan kan? Jadi bagi saya “dapur” itu bukan CUMA. Dulu saya juga penganut paham “sekolah untuk cari kerja.” Tapi, sekarang, sepertinya paham itu sudah nggak up to date ya.. Sekolah ya untuk pengembangan diri. Kalau bisa, janganlah nambah-nambahi antrean pelamar kerja. Bikin kerjaan sendiri, atau setidaknya kerja mandiri.

KO : Bisa gitu kerja di rumah?

KS : Kerja di rumah itu BISA! Ini tagline weblog saya hehehe. Hari gini, kita terbantu banget oleh teknologi. Coba aja Googling, misalnya dengan kata kunci “kerja di rumah”, “kerja sambilan”, “kerja sampingan” dan sejenisnya. Terus pilih yang cocok dengan kemampuan dan kesempatan kita. Tapi memang ya, jangan mudah tergiur dengan tawaran “mendapatkan-penghasilan-besar-dalam-waktu-instant .” Saya malah curiga pada tawaran bombastis seperti itu. Kerja di rumah, seperti halnya kerja di luar, tetap perlu proses dan usaha. Masalahnya, banyak nih yang cuma pengin hasilnya tapi males belajar dan berusaha :D. Woola, gimana caranya coba? Merampok? Korupsi? Menipu? Wah jauh-jauh deh hal-hal yang kriminal gitu..

(moral tulisan : kadang kita perlu menimbang pendapat orang, tapi di lain waktu kita perlu teguh pada pendapat pribadi)

Salam blogging

LSD (www.lisdhakerjadirumah.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline