Dilematika Teknologi digital dalam dunia Pendidikan : Antara Fasih teknologi dan upaya mencapai pendidikan yang berkarakter.
Geliat Teknologi digital hari-hari belakangan ini semakin menggila membuat kita berasa seperti dikejar oleh sistem yang satu ini agar terlihat sejajar, selevel, sefrekuensi, tidak gaptek dan apapun itu sebutannya. Semua orang berlomba agar bisa menguasai aplikasi teranyar, karena dengan demikian bisa memahami apa yang sedang terjadi dan bisa menentukan sikap dan pilihan yang terbaik. Keberadaanya seperti dua sisi mata pisau, tajam memberi manfaat tapi juga tumpul berasa dibodohi karena berakibat pada cara berpikir dan perilaku yang seakan di setir atau diremote olehnya
Teknologi digital merujuk pada penggunaan perangkat elektronik dan sistem berbasis komputer untuk memproses, menyimpan, dan mentransmisikan informasi dalam bentuk digital. Ini mencakup berbagai teknologi seperti komputer, internet, perangkat mobile, perangkat lunak, dan aplikasi yang digunakan untuk komunikasi, manajemen data, hiburan, dan berbagai aktivitas lainnya. Teknologi digital telah mengubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan mengakses informasi, serta menciptakan berbagai peluang dan tantangan baru di berbagai sektor.
Salah satu sektor yang cukup memberi andil dalam peradaban manusia adalah sektor pendidikan. Ketika melihat pengaruh positif teknologi digital, dunia pendidikan, seperti mendapat angin segar karena teknologi memberi kemudahan dalam menjawabi semua pertanyaan-pertanyaan, mengapa, dan bagaimana caranya melakukan ini, menciptakan itu atau menyelesaikan suatu masalah. Hal yang sangat jelas terjadi dalam dunia belajar mengajar misalnya, seorang siswa/i dan guru akan mudah menyelesaikan tugas ketika mereka mengakses informasi dari internet dengan mengcopy/ menjiplak apa yang ada di internet. Memang benar ada hal positif bahwa mereka bisa menyelesaikan tugas yang diberikan dan mendapat informasi yang up to date tetapi di sisi lain hal ini membuat siswa/i menjadi latah (membeo) serta miskin dan tumpul akan ide baru dan karya orisinil yang seharusnya dipacu.
Kekhawatiran akan bisa atau tidak tercapainya pendidikan yang berkarakterpun bisa dilihat ketika dalam mengakses informasi, siswa/i belum bisa menyaring informasi yang diperoleh sehingga semua hal yang dilihat menarik dan keren menurutnya akan ditiru tanpa tau essensi yang bisa memberi manfaat pada keberlangsungan proses yang dijalani dalam rangka pembentukan karakter diri. Percakapan dalam narasi orang dewasa, gestur tubuh dan gerakan erotic bisa dengan mudah di akses dari aplikasi manapun, dan inilah bisa menjadi boomerang dalam dunia pendidikan.
Lalu apa yang bisa dilakukan agar masalah karakter yang hampir di ujung tanduk ini bisa terselamatkan? Ini menjadi pekerjaan rumah bersama antara orangtua dirumah, fungsi pendidik di sekolah, dan lingkungan sosial kemasyarakatan dalam fungsi sosial, budaya dan agama harus menjadi tiga tungku yang rendah hati mau bersinergi menciptakan generasi emas yang berkarakter, yang kekinian namun tetap memiliki orisinilitas dan ciri khas ketimuran yang terjaga.
Orangtua harus menjadi sekolah pertama yang memiliki akar kuat atau fondasi tentang agama yang kokoh, memberi batasan pada anak agar tau yang boleh dan yang tidak boleh. Kemudian sekolah sebagai perpanjangan tangan lebih memperkuat fungsinya melalui tata aturan yang tegas dalam memberi punishment dan reward, lalu lingkungan sebagai ruang yang lebih kompleks hendaknya menjadi labirin aturan hingga anak bisa keluar sebagai pribadi yang matang dan cerdas dalam ilmu pengetahuan, spiritual, emosional dan sosial kemasyarakatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H