Di suatu minggu pagi yang cerah, saya menyetir mobil di jalan tol mengarah ke Cikarang. Tiba-tiba ada suara aneh terdengar dari kabin mesin dan mobil mendadak mogok. Naluri kalau keadaan seperti ini, segera saya meminggirkan kendaraan di bahu jalan serta menyalakan lampu hazard dan tak lupa menaruh tanda segitiga di belakang kendaraan.
Seingat saya sebelum berangkat kondisi mesin baik-baik saja. Aki mobil juga baru diganti beberapa bulan lalu. Untung kejadian ini berlangsung di jalan tol. Saya bisa meminta kepada derek tol untuk mengantar ke bengkel atau juga menelpon derek yang digendong, lebih asyik kalau diderek ini.
Bengkel langganan saya berlokasi di Jakarta. Jadi perjalanan diderek dari Cikarang ke Jakarta cukup lama. Belum terhitung kena macet. Serasa selebritis pas lagi diderek di saat kemacetan. Orang-orang penasaran siapakah sosok di balik kemudi mobil naas tersebut-duh GR.
Tetiba langsung terbayang-bayang masa lalu, maksudnya biaya derek yang harus saya tanggung. Belum lagi biaya bengkelnya. Rasa stress bermunculan. Kendaraan ini adalah modal pencari nafkah saya. Duh, bisa-bisanya rusak di saat saya mau menemui klien penting. Terpaksa ditunda.
Selama dalam perjalanan ke bengkel langganan dalam mobil yang sedang diderek, saya memperkirakan biaya yang dikeluarkan sepertinya tidak banyak. Mungkin 1 atau 2 juta, maksimal 5 juta rupiah. Dana sejumlah tersebut ada dan setelah dicek dan ricek kebanyakan tersebar di rekening teman-teman saya jalan ninjanya meminjam duit saya.
Mobil tiba di bengkel dengan aman sentosa. Saya pun pulang dengan hati yang gundah. Tinggal menunggu perkiraan tagihan.
Esok hari orang bengkel langganan menelpon saya. Dia mengkonfirmasi estimasi biaya ternyata di luar dugaan. Mobil divonis harus turun mesin, astaga mendengar ini rasanya ingin meletuskan balon hijau karena hatiku sangat kacau.
Biaya turun mesin minimal belasan juta, bingung mau mencari dana sebanyak ini. Mau pinjam ke handai taulan, saya tuh orangnya gengsian. Mau nagih utang ke teman-teman, mereka hobi mendadak menghilang dan lupa ingatan. Berakhir curhat ke orang bengkel, bingung mau bayarnya bagaimana.
Orang bengkel anggaplah bernama Aa ini memang sudah kenal baik belasan tahun, siapa tahu dengan curhat dia kasih diskon besar-besaran. Pucuk dicinta, ulam tiba. Dia kasih diskon. Tidak sia-sia sudah langganan sejak bengkel ini buka. Etapi tagihan tetap masih belasan juta juga, huhuhu.